Mulyono dalam Pilgub Jakarta

Lebih penting siapa pun gubernurnya nanti, bisa bekerja benar sesuai janji kampanye atau tidak.

▒ Lama baca < 1 menit

Megawati versus Mulyono dalam Pilgub Jakarta 2024

Presiden sebelum Prabowo Subianto tak hanya terang-terangan mendukung paslon gubernur di Jateng namun juga di Jakarta. Sebenarnya itu sudah menjadi pengetahuan publik sejak awal. Di Jateng, bekas presiden itu mendukung Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen. Di Jakarta, dia mendukung Ridwan Kamil dan Suswono.

Intinya, bekas presiden itu mendukung calon KIM Plus. Tak ada yang aneh, mau terang-terangan atau dibatin masa sih dia mendukung kandidat usungan PDIP, yakni Andika Perkasa – Hendrar Prihadi (Jateng) dan Pramono Anung – Rano Karno (Jakarta)?

Ada sejumlah tilikan soal ini:

  • Khalayak tahu bahwa hubungan bekas presiden itu dengan PDIP retak, terutama dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri
  • Bagi PDIP maupun orang di luar Banteng, bekas presiden itu dianggap pengkhianat tak tahu budi terhadap partai yang membesarkan dirinya
  • Menyangkut Pilgub Jakarta, sebagian orang yang membenci bekas wali kota Solo itu mengungkit surat rekomendasi PDIP yang ditandatangani Pram selaku sekjen untuk mencalonkan orang itu dan F.X. Hadi Rudyatmo sebagai paslon Pilwali Solo 2010—2015
  • Padahal Pram menadatangani surat sebagai petugas partai, hanya menjalankan tugas, masa orang yang direkomendasikan harus membayar dengan hal serupa?
  • Dalam ungkapan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, “Tetapi ketika Pak Jokowi meng-endorse yang lain, Mas Pram tetap optimistis dengan keyakinannya bahwa kekuatan rakyatlah yang menentukan.”
  • Sudah 23 tahun Pram bersama orang yang kemudian jadi Gubernur DKI itu, dan akhirnya presiden, bahkan menjadi menteri kepercayaan selama sepuluh tahun
  • Meskipun hubungan atasan Pram di Istana dengan Ketum Megawati memburuk, Pram dilarang mengundurkan diri oleh Bu Ketum karena ini tugas negara, kecuali dirinya dipecat
  • Posisi Pram mengundang setidaknya dua opini. Pertama: Megawati memiliki sikap kenegarawanan. Kedua: PDIP seperti menaruh agen di pihak seteru

Aneka tafsir terhadap kembang politik dalam Pilgub Jakarta muncul karena sejumlah ketidakjelasan. Misalnya status formal bekas presiden itu dalam PDIP: masih anggota atau sudah dikeluarkan? Pertanyaan serupa berlaku untuk anak orang itu yang dititipkan ke Prabowo.

Demikianlah tafsir dan opini cengengessn seorang bloger setelah kekenyangan nasi uduk rasa biasa. Jangan Anda percayai. Lebih penting siapa pun gubernurnya, bisa bekerja benar sesuai janji kampanye atau tidak.

2 Comments

Nohirara Swadayana Kamis 21 November 2024 ~ 10.25 Reply

Saya berdomisili di sebuah kota di pinggiran Jakarta, tetapi bisa merasakan (setidaknya kecipratan) dampak dari siapa pun yang memimpin Jakarta baik kini dan kelak.

Pemilik Blog Kamis 21 November 2024 ~ 13.59 Reply

Itulah konsekuensi aglomeratif

Tinggalkan Balasan