“OTT masih diperlukan, tetapi harus benar-benar selektif dan prioritas dalam rangka mengantisipasi praperadilan, dilaksanakan secara rigid, secara bersih, dengan meminimalisasi kesalahan, tidak ada hal-hal yang menimbulkan risiko tetapi bisa membuka perkara-perkara yang lebih besar lagi. Dan ini diharapkan bisa membuka kasus yang bisa dikatakan, ya, big fish.”
Begitulah kata calon komisioner KPK Setyo Budianto, Senin lalu (18/11/2024), saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di depan Komisi III DPR, Jakarta. Saat itu ada calon lain yang tak setuju OTT, demikian pula anggota DPR.
Hari ini (Kamis, 21/11/2024) Setyo terpilih sebagai Ketua KPK 2024—2029. Dia meraih 45 suara dari 48 suara anggota Komisi III.
Baiklah, OTT akan berlanjut dengan kata kunci selektif, prioritas, dan antisipasi praperadilan. Namun saya mencoba menempatkan diri sebagai penentang OTT: apakah itu bukan demi drama di media berita dan media sosial, namun antara proses dan hasil apakah sepadan?
Proses dan hasil itu menyangkut penggunaan sumber daya, kalah di praperadilan, hukuman enteng untuk koruptor, dan jumlah uang negara yang diselamatkan padahal belum ada UU Perampasan Aset. Oh ya, tambah denda dan ganti rugi sesuai vonis. Lebih dari itu semua tentu faktor efek jera agar yang lain jiper.
Hmmm… OTT, operasi tangkap tangan. Kata itu, tanpa operasi, sama dengan tangkap kering eh basah, bukan? Caught in the act, tepergok lalu dicokok saat pelaku berbulat, misalnya saat penyerahan uang tunai. Jadi bukan uang dan barang yang didapat saat menggerebek target. Tetapi hal ini biarlah jadi urusan ahli hukum dan ahli bahasa.
Misalnya tak cocok gantilah istilah OTT. Yang penting koruptor ditangkap, diborgol, dipasangi rompi jingga, dilarang pakai masker, tidak boleh menunduk, kalau perlu diganjal penyangga dagu.
Memang drama sih, untuk menghibur rakyat. Makin sering seorang tersangka berkelit sebelum dicokok makin lama ekspos dirinya di depan kamera bahkan sampai para reporter pulang — eh, boleh nggak sih? Untuk itu KPK harus bekerja saksama supaya tak keliru tangkap atau keok di praperadilan.
¬ Ilustrasi oleh akal tiruan atau kecerdasan artifisial