Karena sejak dahulu SD guru dan buku pelajaran menyebut Kinibalu, di Sabah, maka sampai dewasa bahkan punya anak kata itulah yang menancap di benak saya. Kemudian saya tahu bahwa yang benar adalah Kinabalu. Maka nama yang benar adalah Gunung Kinabalu dan Kota Kinabalu.
Lamunan soal nama itu mengisi pikiran setelah saya memotret papan nama jalan yang terhalang tiga tiang dari pandangan saya, tadi pukul 18.16. Akibatnya saya masuk jalan buntu. Untung saya berjalan kaki, sehingga saya mudah memutar arah perjalanan. Oh ya, nama-nama jalan di kompleks tersebut berdasarkan nama gunung.
Perkara nama geografis memang merepotkan. Saya pernah menemukan beberapa nama, tetapi sekarang lupa, yang berbeda versi antara Badan Informasi Geospasial (BIG, dulu Bakosurtanal) dan Kemendagri. Untunglah, untuk penulisan Palangka Raya di Kalteng, cara kedua lembaga itu sama — bukan Palangkaraya. Untuk Bukittinggi, Sumbar, semua orang di Indonesia tak menuliskannya Bukit Tinggi.
Mana yang benar: Tanjung Mas, Tanjung Emas, atau Tanjungmas? Laman Pemkot Semarang, Jawa Tengah, menyebut Kelurahan Tanjung Mas. Lalu Gunungkidul dan Kulonprogo ataukah Gunung Kidul dan Kulon Progo?
Soal nama, saya menerapkan gaya selingkung untuk blog saya seolah-olah menempatkan diri sebagai media. Maka saya menulis nama tempat atau jalan sebagai Tanahabang, Tanahtinggi, Kebonjeruk, Pondokgede, Pondokmelati, Jatirahayu — semua kata digabung. Bagaimana para ilmuwan Indonesia menulis nama geografis di Indonesia dalam laporan penelitian dan jurnal berbahasa Inggris, silakan menanya mereka.
3 Comments
Saya sering lupa : Kawaraci, atau Karawaci?
Kadang saya juga begitu. 🙈
BTW ternyata Kompas.id pakai Palangkaraya. Gaya selingkung media.