Memberantas korupsi dari bawah dulu

Korupsi adalah kejahatan luar biasa, tapi hukumannya biasa saja. Masa kerja koruptor jadi faktor meringankan.

▒ Lama baca < 1 menit

Mematikan bukan tujuan, kepala koruptor disetrum saja

Baru kali itu Kamso mendengar ide aneh: memberantas korupsi dari pelaku di bawah dengan hukuman maksimum. Setelah masyarakat protes bahkan berdemonstrasi besar-besaran, barulah penegak hukum mencokok koruptor kelas kakap dan menghukum dengan yang lebih berat dari maksimum.

Pengusulnya adalah Bejo Paku saat selamatan rumah Henry Plester yang selesai dibangun oleh tukang tim Mandor Bejo. “Koruptor kelas cecere aja dihukum berat, mosok yang kelas berat nggak dihukum lebih berat,” ujarnya.

Henry menjawil Kamso agar diam, menyimak saja.

Tukang lain, Mas Satu, bilang mestinya hukuman mati berlaku untuk koruptor kelas kakap. Tetapi Mas Dua mengatakan, di TV dia lihat hukuman mati dalam “undang-undang baru”, yang berlaku tahun 2026, pakai percobaan penjara sepuluh tahun, lalu diubah jadi hukuman seumur hidup.

“Oh jadi dicoba dulu pake setrum di kepalanya ya, Kang? Pake voltase berapa?” tanya Mas Tiga. Semua tertawa.

“Tapi untuk korupsi nggak ada hukuman mati,” kata Pak Teguh Bor, pemborong bangunan.

“Percuma ada hukuman seumur hidup, gitu juga hukuman mati, soalnya hakim nanti mempertimbangkan masa kerja orang yang korupsi, dibilangnya masa pengabdian. Lho yang kelas atas kayak hakim agung kan emang udah lama kerjanya, nggak usah dihitung, makanya uang suapnya juga gede,” kata Bejo.

Mas Empat menukas, “Korupsi udah parah, merata. Entar kalo ada hukuman mati, bisa aja koruptor bayar orang buat cari pengganti, nyulik gelandangan mana gitu.”

Kamso tersedak, kaget terhadap imajinasi itu. Henry berbisik, “Mas, rakyat punya perspektif sendiri soal hukuman untuk koruptor karena masalah korupsi udah kronis akut.”

Mendadak Bejo menoleh ke arah mereka, “Maap kalo menurut Pak Henry dan Pak Kam gimana?”

¬ Gambar kaus: swettailor.com

Tinggalkan Balasan