Pada masing-masing ujung galah bambu yang digantungkan melintang di teras sebuah rumah itu tergantung sepatu kets model klasik. Saya belum tahu padanan sneakers dalam bahasa Indonesia, namun juga tak tahu dari mana asal sebutan sepatu kets sejak kapan, apakah dari cats atau Keds.
Apa pun merek sepatu kanvas itu — ya, ini juga sebutan yang dulu umum — ada satu hal yang menarik, yakni sedang dikeringanginkan. Mungkin habis dicuci. Atau basah karena kehujanan.
Generasi lawas mengalami sepatu hanya satu, atau paling banyak dua pasang, sehingga sepatu kets basah menjadi masalah. Tak nyaman dipakai dan… baunya itu! Keringat telapak kaki tanpa kaus yang bercampur debu amat mambu, bisa tercium orang lain.
Setelah melepaskan sepatu, bau kaki masih menempel. Makin keras baunya jika si pemakai tak berkaus kaki — sebenarnya hal ini tak hanya berlaku untuk pemakai sepatu kets, karena sumber bau adalah bakteri. Dulu belum lumrah kaus kaki low cut di bawah mata kaki. Lalu untuk menghilangkan bau, apalagi lantaran kehujanan, diperlukan mencuci dan menjemur.
Kalau seharian hujan tiada henti, maka anak-anak dari zaman lawas mengeringkannya dekat kompor minyak. Putra putri atau cucu Anda dari ujung generasi Z (kelahiran 1995—2010) apalagi generasi Alfa (2011 dan setelahnya) mungkin heran karena mereka tak mengalami kompor minyak apalagi anglo arang. Lagi pula kini ada pengering sepatu bertenaga listrik, tinggal dimasukkan ke dalam sepatu.
Lebih dari itu kini banyak kios pembersih sepatu termasuk sepatu kets; bukan hanya Dokter Tirta Cipeng yang punya. Bagi anak dari keluarga ber-PRT, apalagi lebih dari satu, urusan sepatu tak mereka tangani sendiri. Pokoknya tahu beres saja. Apalagi mereka punya sepatu lebih dari tiga pasang.
Jadi, ini tulisan nostalgik? Ya. Khas blog wong tuwèk. Apa yang dilihat hari ini akan mengingatkan masa lampau. Bukankah fungsi blog ini bagi saya adalah untuk merawat ingatan?
Tentang sepatu Keds, merek itu hadir di Amrik sejak 1916, terbikin oleh US Rubber. Merek ini di Indonesia dulu kurang dikenal, kalah dari Converse untuk sepatu kets klasik, apalagi Keds menyasar perempuan. Awal 1990-an teman saya, cewek, sekolah di Berkeley, California, AS. Pesanan dari cewek-cewek Jakarta adalah kets Keds karena di mal sini mahal.
Perihal sneaker(s), istilah ini juga muncul di Amrik karena pemakai sepatu kanvas dengan sol karet tak menghasilkan bunyi menapak tok tok tok seperti sepatu kulit melainkan bunyi penapakan sepatu serupa sneaking, menyelinap.
Dalam dunia kerja abad lalu, sneakers network adalah sebutan untuk orang yang berjalan ke komputer meja lain untuk menyerahkan disket karena belum mengenal jaringan. Di kalangan pekerja media di Indonesia saat itu muncul istilah kuli disket, seakan-akan lebih modern daripada kuli tinta, padahal media cetak menggunakan tinta.
5 Comments
Soal bau kaos kaki, saya sangat terbantu dengan kaos kaki berbahan anti bakterial. Bisa dipakai seharian tanpa munculnya bau yang menyengat.
Iya akhirnya ada produk macam itu. Dan maaf kalo produk yang jelek dengan bahan sintetis malah tidak bikin sumuk dan menghasilkan bau, telapak kaki ngecepok, bahkan dalam ruang ber-AC dingin malah makin banyak keringatnya.
BTW saya ingat cerita Njenengan soal kaus kaki kanan dan kiri teman Njenengan.
Supaya gak tertukar, yang kiri dikasih tulisan K. Lalu yang lain juga dia tulis K. Lalu dia bingung sendiri.
Banyak hal baru saya tahu dari konten ini, antara lain, sneakers network dan sepatu Keds.
BTW sudah lama buanget, lebih dari 25 tahun, saya tak punya sepatu kets.
Tentang model/jenis sepatu, setelah bergonta-ganti model, sejak (kalau tidak salah) 2012 atau 12 tahun silam saya nyaman pakai bot sehingga hanya jenis itu yang kemudian saya punya, lebih dari satu pasang — termasuk untuk jagong manten.
Saya punya tapi kayaknya rusak nganggur karena pandemi 😇