Anda pasti juga melihat di lingkungan Anda seperti di area saya di Kobek, Jabar: pemasangan alat peraga kampanye pada pohon peneduh di jalan. Bahkan ada yang memaku pohon untuk menggantungkankan poster berbahan plastik. Padahal itu dilarang oleh Peraturan KPU No. 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dst., kita singkat saja Pilkada.
Pasal 64 ayat 1 huruf g dalam PKPU tersebut melarang penempel bahan kampanye di “taman dan pepohonan”.
Dalam Pemilu 2024, yang berisi pileg dan pilpres, setiap Bawaslu kota dan kabupaten memasang hamba pengingat di media sosial, misalnya Instagram dan Facebook. Rujukannya adalah PKPU 15/2023.
Nyatanya waktu itu banyak pohon menjadi korban. Batang pohon menjadi bidang tempel bahan kampanye, bahkan dipaku pula. Lalu muncul protes dari masyarakat, misalnya di Padang, Sumbar (¬ Antara). Di Bogor, Jabar, aparat pemkot mencabuti paku. Karat paku akan mempercepat pelapukan kayu (¬ Liputan 6).
Kini para calon kepala daerah pasti akan menyalahkan tim sukses masing-masing. Lantas pemimpin tim sukses akan menyalahkan anak buah. Akhirnya anak buah menyalahkan pohon kenapa tidak melawan saat dipaku. Misalnya si kandidat adalah inkumben, ya kebangetan karena dia pernah menjadi kepala daerah; masa sih tak tahu ada aturan tersebut?
Saya tak tahu apakah orang lapangan tim sukses Tri Rismahirini, cagub Jatim, juga memaku pohon, padahal si Ibu Kandidat mencintai lingkungan, dan sudah dia buktikan saat menjadi wali kota Surabaya.
Dalam Pemilu 2019, ribuan pohon di Depok, Jabar, rusak dan bahkan terancam mati karena ditancapi paku sedalam 7—10 cm untuk memasang bahan kampanye (¬ Media Indonesia)