Prabowo ingin memperkawan semua orang atau mengendalikan semuanya?

Prabowo tak munafik, dari dulu keluar modal buat berkuasa. Dia bisa membentuk loyalis militan.

▒ Lama baca < 1 menit

Prabowo megaloman ingin kontrol semua orang

“Bowo tuh suka persatuan dan rekonsiliasi, pokoknya move on. Soal fufufafa mah cemen buat dia. Makanya dia kompromistis, supaya semua orang kebagian jatah. Tapi kabinetnya jadi jumbo, pemerintah nggak punya penyeimbang yang kuat. Kayak Mulyono di periode kedua,” kata si kaus hitam sambil mengambil tisu.

Di warung mi ayam itu Kamso dan Kamsi berteduh sekalian mencicipi sajian. Si kaus hitam mengudap bersama seorang cewek, seorang cowok berkaus putih, dan seorang pria lebih tua yang berkemeja denim, yang lebih banyak diam dan tersenyum.

Tak terhindarkan, Kamso dan Kamsi pun mendengar obrolan meja sebelah.

“Dia juga pinter membujuk, mungkin melebihi Mulyono. Investasi politiknya untuk islah udah lama, misalnya dengan para aktivis,” kata si kaus kuning.

“Makanya Bowo suka pepatah Cina, seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh musuh terlalu banyak. Tapi itu kan sifat dasar manusia, sebenarnya nggak pengin punya musuh,” kata si cewek.

“Lantas dia bikin gerakan solidaritas nasional, itu relawan buat 2029. Sejak dulu dia bisa membentuk loyalis militan,” kata si kaus kuning.

“Entar anak itu mau pindah dari Maung ke Esemka, supaya bisa jalan sendiri, silakan aja,” kata si kaus hitam. Semua tertawa.

“Gimana, Mas?” tanya si cewek, menatap pria berbaju denim.

“Hmmm… okelah Prabowo ngidap megalomania, punya waham tentang kebesaran diri, pengin jadi Bung Karno. Dulu suka pake setelan ala Bung Karno. Soal dia mau mempersatukan sebanyak mungkin kalangan, untuk kemudian dia kuasai, ya itulah seni kepemimpinan, gimana bikin orang lain dengan suka rela nurutin yang dia mau. Hanya pemimpin sejati yang bisa gitu. Niat dia jelas, jadi pemimpin bangsa, dari dulu, dan keluar duit banyak untuk itu. Nggak hipokrit bilang kalo rakyat menghendaki,” kata si baju denim.

“Oh, ya?” si cewek pura-pura melongo.

“Prabowo punya kapasitas itu, kayak Jokowi. Tahu kapan berkompromi, kapan memaksakan kehendak dengan canggih. Jangan jadi presiden peragu, suka bermain semantik yang rakyat nggak paham, tapi nggak bisa tegas,” kata si sebut saja Mas Denim.

“Jadi itu alasan Mas sejak dulu mendukung Prabowo?” tanya si kaus hitam.

“Ya. Sesuai aspirasi dan akal sehatku.”

Semua tertawa. Kamso dan Kamsi saling pandang, tersenyum.

Mendadak Mas Denim menoleh ke Kamso, “Gitu kan, Pak?”

Kamso menyahut, “Maaf, kecap saya habis. Boleh minta, Mas?”

Tinggalkan Balasan