Tak ada yang canggih dalam skandal proteksi judol Komdigi

Praktik ini khas siasat ordal: menyalahgunakan akses dan kewenangan. Duit sogokan buat perjalanan ibadah?

▒ Lama baca < 1 menit

Tim pelindung situs judi online Kemenkomdigi

Di warung biasa, rumahan, tanpa mesin kasir, hanya ada kalkulator, sebungkus rokok yang stok mereknya banyak bisa raib. Tetapi akhirnya pemilik warung akan tahu, si pencuri adalah anak ceweknya yang bukan perokok. Si anak mengutil rokok untuk pacarnya.

Di minimarket, yang memakai mesin kasir, terhubung dengan jaringan komputer, sehingga stok setiap barang tercatat, demikian pula transaksinya, rokok maupun krim pelembap wajah bisa ditilap. Oleh siapa pun. Termasuk karyawan. Ketika CCTV ngadat, pemilik toko tetap akan mengetahui pencurian, termasuk yang dilakukan oleh orang dalam.

Maka masalahnya jelas, ini soal manusia jahat memanfaatkan kelemahan pengawasan. Sama seperti karyawan bank menggelapkan setoran nasabah. Serupa orang Kementerian Komunikasi dan Digital melindungi 1.000 situs judi daring agar tidak diblokir, sementara 4.000 lebih sisanya diblokir karena tak menyetor biaya pembinaan, sehingga yang terjadi adalah pembinasaan.

Persoalan di Kemenkomdigi ini dari satu sisi sungguh sederhana: hanya bisa dilakukan oleh orang yang punya akses dan wewenang. Soal yang tak sederhana adalah bagaimana seseorang secara legal dapat memperoleh akses dan kewenangan untuk itu.

Maka dari sisi praktik kecurangan orang dalam sebagai belatung tak ada yang canggih. Kasus ini menjadi berita karena menyangkut judi, dengan kabar burung imbalan untuk pentolan demi perlindungan situs sampai Rp25 juta — bukan Rp8,5 juta — per bulan. Uang tunai yang disita polisi dari penggerebekan kantor pembinaan di Bekasi, Jabar, pekan lalu senilai Rp70 miliar lebih.

Pun kendati belum terbukti, baru sebatas gibah berdasarkan foto, si pentolan bisa pergi beribadah ke Tanah Suci, namun belum jelas biayanya murni atas jerih payah halal ataukah dari rasuah dan melindungi bandar judi.

¬ Ilustrasi dihasilkan oleh kecerdasan artifisial

4 Comments

Nohirara Swadayana Senin 4 November 2024 ~ 11.43 Reply

Agak sedikit (atau sangat) menyesal karena telah memberikan upeti setiap tahunnya kepada negara. 🙃

Pemilik Blog Senin 4 November 2024 ~ 13.18 Reply

Maksudnya pajak? Itu tak terhindarkan, tak hanya pajak penghasilan tetapi juga PP dsb. Untuk penghasilan kan ada batas tidak kena pajak. Tetapi dengan membayar pajak kita boleh memakai-maki pemerintah.

Di negeri lain ada yang beragam konsepnya, termasuk yang bebas pajak penghasilan jika uang didapatkan di dalam negeri.

Junianto Senin 4 November 2024 ~ 11.43 Reply

Yah, begitulah Indonesia….

Pemilik Blog Senin 4 November 2024 ~ 13.08 Reply

Saya skeptis apakah seabad Republik Indonesia, pada 2045, negeri sudah terkelola dengan baik

Tinggalkan Balasan