UU Ciptaker, Mul, dan partai

UU Cipta Kerja juga merupakan kesalahan partai-partai. Kasihan rakyat. Cuma buat gacuk.

▒ Lama baca < 1 menit

UU Cipta Kerja yang babak masalah

Pagi yang sumuk, sambil mendinginkan badan di warung kelapa muda, Kamso mendengarkan obrolan beberapa pria usia pensiunan yang mampir dengan sepedanya. Mereka membahas putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU Cipta Kerja.

“Yang dimaksud kluster apanya ya? Kayak Covid aja,” tanya Pak Satu.

“Oh, itu semacam bundelan aturan yang dicabut dari UU Ciptaker, sekitar 21 poin, lalu nantinya harus ada UU ketenagakerjaan yang baru,” kata Pak Dua yang menghentikan menyedot air kelapa muda.

“Soal pesangon gimana? Anakku kayaknya bakal kena PHK,” kata Pak Tiga.

“MK ngubah kalimat soal pesangon jadi ‘paling sedikit’. Sebelumnya kan ‘diberikan dengan ketentuan’,” sahut Pak Empat.

“Kenapa dulu Omnibus Law bisa lolos di DPR? Gara-gara Mulyono, kan?” celetuk Pak Satu.

“Bukan cuma dia, tapi banyak partai, termasuk idola sampean yang katanya partai wong cilik,” kata Pak Dua.

“Golkar juga,” kata Pak Tiga.

“Pendukung si Mul yang bukan kader partai juga, hahaha! Mari saling menyalahkan,” kata Pak Empat.

“Eh, dulu kan dari RUU, lalu jadi UU, lalu jadi Perppu, lalu jadi UU revisian, kayaknya gitu. Yang nolak kalo nggak salah Demokrat dan PKS. Inget nggak insiden Puan matiin mic?” kata Pak Dua.

“Jadi, jangan cuma nyalahin Mulyono. Partai-partai juga salah. Termasuk Gerindra,” kata Pak Satu sambil menatap Pak Tiga.

Pak Lima, yang sedari tadi diam, nyeletuk, “Celaka, nasib rakyat dimainin partai-partai. Sial bener. Entar kalo Partai Buruh jadi besar, apa juga bakal gitu?”

Semua tertawa. Kamso nebeng ikut tertawa. Penjual kelapa muda juga.

¬ Gambar praolah: Turbosquid

4 Comments

Pemilik Blog Sabtu 2 November 2024 ~ 00.09 Reply

Jangan sering dirasani supaya nggak keselek

Tinggalkan Balasan