Foto dua presiden

Presiden adalah tokoh nasional yang kerap difoto. Apakah semua media mampu menghasilkan foto ikonis?

▒ Lama baca < 1 menit

Mulyono dan Bowo karya Kompas

Tanpa dijelaskan pun semua mata orang Indonesia tahu siapa kedua orang dalam foto di atas. Saya mengangkat salut kepada Hendra A. Setyawan, pewarta Kompas, yang menghasilkan foto ini. Maka sungguh layak jika foto ini menjadi gambar andalan (featured image) dalam Foto Pilihan Kompas Oktober 2024.

Mulyono dan Bowo karya Kompas

Kapsi untuk foto tadi dalam pemuatan Kompas.id:

Presiden Prabowo Subianto bersama Presiden Ke-7 RI Joko Widodo mengikuti upacara pisah sambut presiden baru di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Prabowo Subianto resmi menjabat Presiden Republik Indonesia kedelapan dengan masa jabatan 2024-2029.

Bagi saya sungguh menyenangkan masih ada media berita yang mau dan mampu menghasilkan foto yang bagus saat foto jurnalistik kini menghadap setidaknya tiga tantangan.

Pertama: ketika orang membaca berita di ponsel, padahal arus informasi sangat deras, mereka tak punya jeda untuk menikmati foto berita yang bagus dalam layar kecil, terutama untuk foto berformat lanskap.

Kedua: saya berasumsi namun berharap salah, umumnya pembaca kini tak peduli autentisitas foto dan atribusinya di media berita — redaksi menilap foto dari mana saja terserah.

Ketiga: foto media berita bersaing dengan foto warganet di media sosial dan foto dari tim tokoh, dalam hal presiden adalah foto karya fotografer kantor komunikasi kepresidenan yang memiliki akses protokoler lebih.

Saya berprasangka, ketiga alasan tadi menjadikan media daring yang mengutamakan berita sela menganggap foto bagus adalah kemewahan.

Nah, dalam laman foto pilihan tersebut ada foto yang tempo hari saya apresiasi, yakni sosok hakim agung nonaktif Gazalba Saleh sebagai pesakitan.

Gazalba Saleh hakim korup tak punya malu

Kapsi fotonya:

Terdakwa Gazalba Saleh memasuki ruang sidang untuk mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (15/10/2024). Majelis hakim yang dipimpin Fahzal Hendri menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta kepada hakim agung nonaktif tersebut karena terbukti bersalah dalam kasus gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung dan pencucian uang.

Tinggalkan Balasan