Memasok hidangan pesta dari pinggir jalan

Kelak Indonesia punya warung rakyat yang higienis. Tapi bagaimana dengan kesaktian perut?

▒ Lama baca < 1 menit

Toge goreng pinggir jalan untuk pesta

Spanduk warung di seberang jalan itu menarik perhatian saya karena masih bagus kondisinya. Warnanya cerah. Tadi, pukul setengah empat sore, warungnya tutup. Tampang si warung belum tua. Mungkin masih baru. Seperti warung darurat tetangganya, warung toge goreng ini tak beralaskan semen melainkan tanah. Entah bagaimana kalau hujan padahal permukaan jalan lebih tinggi.

Satu hal lain yang menarik adalah warung toge goreng ini melayani katering, pesta pernikahan, dan pesta khitanan.

Toge, pelafalan mudah untuk taoge — seperti hal cabe untuk cabai — yang digoreng baru saya cicipi empat tahun lalu di Bogor, Jabar. Sebelumnya saya sudah tahu ada masakan itu, namun tak berminat mencicipi. Ternyata enak.

Toge goreng pinggir jalan untuk pesta

Semoga yang di warung ini juga enak. Maka saya pun dalam hati memberi salut kepada pemilik warung: berani menawarkan layanan untuk memasok pesta. Bukankah sudah biasa hidangan warung kaki lima dipakai untuk pesta, setidaknya untuk tamu di rumah? Paling sering adalah sate kambing dan sate ayam. Martabak juga.

Bahkan seorang juragan jasa boga yang kerap melayani pesta di rumah pejabat, termasuk sejumlah jenderal, pun selalu memanfaatkan sate dari warung sederhana yang tidak punya tempat untuk pengudap, dan mendapatkan es doger dari penjaja keliling yang sering mangkal di depan SD.

Makanan yang sering kita pesan melalui Gofood dan sebangsanya pun sering kali dari kaki lima, bahkan dari warung yang ketika kita datangi malah membuat kita batal mengudap.

Pekan lalu saya dan istri mendatangi sebuah warung gudeg yang beberapa kali makanannya saya pesan via Gofood. Rasa gudegnya enak tanpa banget, namun ketika kami tiba, oh warungnya jorok, penjualnya merengut dan ketus, dan rasa masakannya berbeda dari yang selama ini kami kenal. Tidak enak.

Kelak setelah Indonesia tertata, entah berapa generasi lagi, kita akan memiliki warung kaki lima dengan standar higiene layak seperti di Singapura. Sayur lalap dicuci dengan air bersih, piring sendok garpu gelas juga. Tetapi mungkin saat itu nanti kekebalan perut kita tak setangguh sekarang.

6 Comments

sandalian Selasa 29 Oktober 2024 ~ 10.44 Reply

Kalau di luar ada warung kaki lima dengan standar Michelin, di sini kita punya dengan standar Ngeselin.

Junianto Selasa 29 Oktober 2024 ~ 07.48 Reply

Setelah Paman dan istri tahu kondisi warungnya, dan kemrengutan-keketusan penjualnya, apakah tetap pesan lewat Gofood atau stop?

Pemilik Blog Selasa 29 Oktober 2024 ~ 08.32 Reply

Stop.
Ternyata yang meladeni itu anaknya, sdh dewasa, ibunya sedang belanja. Nasinya pating prongkol. Kami nyicipin sekadarnya krn kadung duduk.

Junianto Selasa 29 Oktober 2024 ~ 09.26 Reply

Saat dulu beberapa kali pesan via Gofood, nasi tidak pating prongkol?

Pemilik Blog Selasa 29 Oktober 2024 ~ 17.45

Lha mboten, Lik

Tinggalkan Balasan