Arsip foto berita Kompas hari ini, dari demonstrasi warga di depan PN Surabaya, Jatim tiga bulan lalu (Senin, 29/7/2024), menunjukkan satu hal utama: para hakim yang membebaskan Ronald Tannur itu bebal. Tak hirau suara rakyat. Para hakim merasa lempeng, padahal bau busuk bangkai bercampur sampah basah dapur lima malam tentang suap sudah menguar.
Kapsi foto berita karya Bahana Patria Gupta itu menyatakan:
“Warga mengumpulkan uang koin untuk diberikan kepada hakim saat berunjuk rasa ”Keadilan untuk Dini Sera” di depan Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (29/7/2024).”
Pengumpulan koin dalam kasus hukum bisa berarti dukungan dan simpati, namun bisa juga hinaan betapa recehnya jiwa penerima suap. Bisa jadi para hakim pengadil kasus tersebut merasa koin adalah sanjungan penuh takzim kepada mereka, harus membuat anak cucu berbangga hingga atap langit.
Hari itu adalah hari pembacaan vonis untuk Tannur (31), yang terbukti membunuh kekasihya, Dini Sera Afrianti (28, janda dan ibu dari seorang anak 12 tahun), pada 4 Oktober 2023, dengan melindasnya memakai mobil. Sebelumnya dia memukul kepala Dini dengan botol.
Publik sudah mencium bau busuk dari hati berbelatung hakim sebelum hari vonis. Maka mereka berunjuk rasa. Jaksa menuntut Tannur hukuman terungku 12 tahun. Namun hakim Erintuah Damanik (ketua), Mangapul, dan Heru Hanindyo memutus terdakwa bebas dengan mengabaikan sekian bukti penting, termasuk visum dan rekaman CCTV. Hakim yakin dakwaan untuk Tannur tak terbukti.
Saya penasaran, apakah setibanya para hakim itu di rumah, para istri hakim itu tak bertabayun kepada suaminya apakah benar mereka menerima suap? Berita sudah menyebar dan digaungkan via WhatsApp. Pasti mereka tahu.
Memang, istri maupun suami dari pelaku profesi apa pun tidak elok mencampuri urusan dinas pasangannya. Namun jika menyangkut sogokan, tabayun itu wajar karena ada kemungkinan istri atau suami mendapatkan manfaat.
Misalnya pun tak ditanya istri, apakah Damanik, Mangapul, dan Heru tak merasa bahwa publik mencurigai bahkan menuduh mereka terang-terangan? Itulah mengapa saya sebut bebal.
Abdul Qohar, Direktur Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Rabu lalu (23/10/2024) menyatakan, pihaknya sudah bergerak setelah vonis bebas itu. “Dari sana kami menemukan bukti dan verifikasi lapangan. Kami tingkatkan ke penyidikan,” kata Abdul (¬ Kompas.id).
Beberapa jenis mata uang yang disita dari ketiga hakim itu dan pengacara dari Tannur, yakni Lisa Rahmat, totalnya bernilai Rp20 miliar.
Di tingkat kasasi Mahkamah Agung (22/10/2024), Tannur divonis lima tahun.
Kejaksaan Agung menemukan salah satu bungkusan uang dollar AS dalam kardus seorang tersangka bertuliskan “diambil buat kasasi”.