Seputar foto Prabowo di atas Maung

Apakah khalayak masih membutuhkan foto berita yang bagus? Media berita pun tak mewajibkan diri punya foto keren.

▒ Lama baca 2 menit

Seputar foto Prabowo di atas Maung

Sabar, jangan keburu berprasangka. Pos ini bukan obrolan politik melainkan kesan selintas saya tentang foto-foto Presiden Prabowo Subianto naik mobil Maung buatan Pindad setelah dilantik kemarin (Minggu, 20/10/2024). Ya, kesan selintas ihwal foto jurnalistik dari sampel yang amat terbatas.

Kesan selintas saya, foto yang bagus adalah jepretan Yuniadhi Agung, pewarta foto Kompas. Sang fotografer diuntungkan oleh atap mobil berwarna putih sebagai reflektor untuk menerangi wajah Bowo yang berkacamata hitam, diteduhi topi di bawah panggangan mentari.

Seputar foto Prabowo di atas Maung

Penjepretan jarak jauh tentu tak memungkinkan pengandalan lampu kilat penyerta kamera untuk menambahkan cahaya pengisi sasaran.

Selain Kompas, foto Antara Foto juga bagus. Wajar, karena merupakan produk agensi foto berita. Fungsi kantor berita, termasuk kantor foto berita, adalah agar tak semua media pelanggan layanan mengirimkan juru foto ke setiap peristiwa.

Seputar foto Prabowo di atas Maung

Foto Associated Press tentang Bowo naik mobil taktis dengan berdiri sehingga tampak perut ke atas juga bagus. Wajah Bowo terlihat jelas, namun tak seluruhnya karena terhalang kacamata dan topi.

KERUMUNAN | Foto Prabowo hasil jepretan Associated Press (atas) dan Kompas.com (bawah; bukan Kompas.id, media yang berbeda).

Seputar foto Prabowo di atas Maung

Sejauh ini saya belum melihat foto-foto Bowo naik mobil hasil jepretan Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office) dari akun resminya di Instagram maupun X. Mungkin Anda dapat menemukannya.

Saya mengandaikan PCO punya foto-foto bagus karena secara protokoler keamanan punya akses lebih untuk memotret Bowo.

Foto biasa Prabowo di Malay Mail
BIASA | Malay Mail memasang foto Prabowo karya AFP. Foto ini kurang menarik karena tak ada kerumunan orang seperti di jalan, konteks sambutan meriah tak terangkat.

Yang aneh bagi saya adalah situs Gerindra. Hanya menampilkan satu foto biasa dalam berita ringkas. Ada pesan simbolisnya sih: patung Panglima Besar Jenderal di Jalan Sudirman, Jakarta, yang dilalui mobil Bowo dari DPR menuju Istana Kepresidenan. Sudirman adalah ikon penting dan utama bagi TNI terutama Angkatan Darat.

Seputar foto Prabowo di atas Maung

Untuk foto-foto jepretan warganet yang diunggah di media sosial saya tak cukup waktu untuk melihatnya. Lalu?

Ya, inilah arah tulisan saya: apakah khalayak masih membutuhkan foto berita yang bagus?

Di hampir semua media berita, sejauh saya melihat, fotonya biasa saja: mobil Bowo di tengah kerumunan. Konten televisi dan tayangan pengaliran di YouTube sudah khalayak lihat secara waktu nyata. Media berita yang tak punya fotografer cenderung menampilkan foto seadanya bahkan ada yang tak jelas kredit fotonya, mungkin dari media lain.

Memang fotografi untuk jurnalistik itu mahal, ya alatnya, ya menggaji pewarta foto yang bagus. Dalam era media berita daring untuk dibaca di ponsel, tak semua media sanggup menyediakan foto berita memikat hasil jepretan awaknya. Bahkan gambar hasil tangkapan layar tayangan video pun cukup.

Apalagi kini, dalam pacuan berita sela (breaking news) yang kemudian ditambah berita ala live tweets — Kompas.id menyebutnya repola — pembaca butuh yang serbasimpel. Pada awal operasinya Detik membuat berita seperti itu, mirip berita ringkas pemutakhiran (updated news) dari teleks kantor berita asing. Foto cukup biasa saja.

Dalam repola atau apa pun namanya, semua ponsel menengah dapat menghasilkan gambar layak tayang. Demikian pula dengan video asalkan tak dikompres pol-polan oleh platform.

Oh, video. Apakah karena akhirnya orang lebih butuh siaran televisi dan terutama video di aneka pelantar media sosial — terutama YouTube, Instagram, dan X — daripada gambar diam pada layar ponsel?

ANTARA | Berita Reuters memasang foto Prabowo ber-Maung hasil jepretan Antara.

Layar ponsel, secara default, lebih memanjakan foto vertikal, bahkan video pun akhirnya tampil dalam format tegak, setidaknya bujur sangkar 1:1, karena dalam format tidur atau lanskap, apalagi panoramis 16:9, akan memaksa orang memutar ponsel. Foto dan video mendatar jika ditampilkan dalam laman ponsel terlihat kecil, padahal sekian lama format itu dianggap mewakili cara pandang mata manusia.

Maka lamunan saya ihwal video dan fotografi ponsel melenceng ke dunia media cetak Indonesia tiga puluh tahun silam. Tiras sebuah majalah berita bergambar — dengan foto bagus dari dalam negeri maupun mancanegara, kerap ditampilkan spread dua halaman, dengan teks ringkas — terus menurun dengan dugaan karena televisi.

Televisi termaksud adalah makin luasnya penetrasi pesawat TV berwarna dengan layar 20 inci ke atas, kehadiran stasiun TV swasta, dan antena parabola. Baru sebatas dugaan penyebab orang tak butuh gambar diam yang bagus.

Foto Prabowo naik Maung hasil jepretan Antara
BAYAR | Previu foto Antara Foto hanya untuk pelanggan, ukuran 5.000 × 7.485 piksel (2,64 MB), karya Sulthony Hasanuddin. Harga eceran: Rp500.000 (lebar 800 px), Rp1,5 juta (1.200 px), dan Rp3 juta (5.000 px). Dalam berkas foto ada data EXIF lengkap dan kapsi.

Tinggalkan Balasan