Petruk jadi Raja: Buku edukasi politik untuk rakyat

Ketika Petruk, bukan Pinokio, jadi Raja Bèlgêduwèlbèh Tongtongsot, dia lupa diri. Memang harus dilawan tanpa memusnahkan.

▒ Lama baca 2 menit

Apa persamaan sekaligus perbedaan Petruk dan Pinokio? Mereka sama-sama berhidung panjang. Perbedaannya: panjang hidung Petruk itu bawaan, sedangkan hidung Pinokio itu situasional wal kondisional, hanya memanjang saat dia berbohong.

Apakah berarti Petruk selalu lempeng seperti hidungnya? Oh, tidak. Seperti halnya cerita carangan wayang, artinya bukan yang baku, dia juga bisa melenceng. Maka ada episode Petruk dadi Ratu — dalam bahasa Jawa, ratu juga bisa berarti raja. Sebuah buku lama telah mengadopsi episode tersebut sebagai naskah sandiwara.

Bermula dari sandiwara Jawa, Petruk dados Ratu¹, oleh S. Hardjosoemarto, kemudian diterjemahkan oleh penulisnya dan diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Balai Pustaka pada 1956, alhasil jadilah buku yang mengalami sekian kali cetak ulang.

Inti cerita: atas restu Batara Guru dan Batara Narada, maka Bambang Priyambada, yang sedang berkonflik dengan Dewi Mustakaweni, menitipkan pusaka Jamus Kalimasada kepada Petruk.

Kedua batara yang melihat gelagat Petruk menguasai pusaka itu akan kabur, kemudian mendudukkan si hidung panjang sebagai raja sakti di Kerajaan Sonyawibawa, agar mudah diawasi. Lalu jadilah dia raja bernama Bèlgêduwèlbèh Tongtongsot.

Sebagai penguasa, Bèlgêduwèlbèh Tongtongsot sangat umpak-umpakan, berbuat sekehendak hati, karena tak terkalahkan. Akhirnya Tongtongsot dapat ditaklukkan oleh Semar (ayah Petruk) dan Gareng (kakak Petruk) atas permintaan Kresna. Saat busana kerajaannya dilucuti², jadilah Tongtongsot sebagai Petruk³.

Pada 1980, saat Orde Baru dan Soeharto masih kuat mencengkeram republik ini, Arwah Setiawan dan Lembaga Humor Indonesia mementaskan Ratu dadi Petruk di Purna Budaya, Yogyakarta, meneruskan pertunjukan di Jakarta.

Pesan daripada yang mana ceritanya sama: di tangan orang lupa diri, kekuasaan itu membahayakan rakyat. Sebenarnya kalau kekuasaan itu hanya membahayakan dirinya tak soal. Tetapi misalnya ada pemimpin bunuh diri karena akhirnya insaf dan malu, apakah juga pasti tak merepotkan orang lain? Apalagi kalau pemuja keluarganya ikut bunuh diri karena bersetia pejah gesang ndhèrèk brayat Prabu.

¹) Dalam buku versi bahasa Indonesia tertulis demikian, namun ada versi lain bahasa Jawa berjudul Obrolanipoen Petroek (R. Soemantri Hardjadibrata, Batavia:Balé Poestaka, 1944)

²) Menurut penulis, “Kuluk (pici) tarbusnya jatuh tercampak ke tanah hingga surat Kalimahusada terlampir ke luar dan hilanglah semua kesaktian raja Bèlgeduwèlbèh.”

³) Tak dijelaskan dalam cerita kenapa hidung panjang yang dilingkari cincin itu tidak dikenali sebagai hidung Petruk.

¬ Ilustrasi dari arsip: “Sulit membayangkan ekosistem penerbitan buku masa lalu

Tinggalkan Balasan