Jan Ethes dan anak pegawai BUMN

Mengajak cucu, Jokowi dibilang unjuk penerus dinasti politik. Lalu anak kecil diminta menunjukkan mobil-mobil bapaknya.

▒ Lama baca 2 menit

Ethes dalam upacara kenegaraan HUT TNI 2024

Pekan lalu ada dua anak yang menjadi perbincangan. Pertama: Jan Ethes, cucu Jokowi. Kedua: seorang bocah usia SD uang dibayar Rp50.000 oleh seorang Tiktoker untuk menunjukkan mobil orangtuanya di garasi.

Tentang Ethes, saya tak setuju jika anak itu menjadi titian untuk menyerang bapaknya, yakni Gibran Rakabuming, dan tentu simbah kakungnya, yakni Jokowi Mulyono. Sejauh saya tahu bukan di medsos sih, melainkan obrolan tatap muka. Di X saya lihat sindiran, termasuk menuduh Jokowi memanfaatkan cucu untuk meredam sentimen negatif.

Orang bisa bilang cuma guyon, namun bagi saya berlebihan jika menyebut kehadiran bocah itu dalam upacara HUT TNI di Jakarta, 5 Oktober lalu, adalah sinyal pamer generasi pelanjut dinasti.

Bahwa Ethes punya privilese hadir di sana, karena posisi bapak dan simbahnya, bagi saya bukan masalah. Wajar. Tak perlu disoal.

Tahun lalu Ethes juga menjadi bahan mengejek keluarga Mulyono setelah putusan Mahkamah Konstitusi memungkinkan Gibran ikut pilpres. Apa salah Ethes? Dia masih bocah. Anda boleh tak menyukai bapaknya dan kakeknya namun jangan melibatkan anak bawah umur, masih delapan tahun.

Bagaimana jika kelak Ethes terjun ke politik? Itu masalah lain, karena jika itu terwujud dia sudah dewasa. Seranglah, dengan mengejek dia, sebagai orang dewasa.

Adapun soal kedua, yakni bocah yang oleh seorang Tiktoker dibayar Rp50.000 untuk menunjukkan isi garasi rumah orangtuanya, bagi saya tak pantas.

Terlepas dari halal tidaknya lima mobil bapaknya, yang pegawai BUMN, yakni Wijaya Karya yang dikabarkan merugi, menjadikan anak sebagai sasaran antara menurut saya tak patut. Orangtua si anak berhak menyoal karena anaknya dipublikasikan tanpa seizin bapak maupun ibunya. Lain perkara jika orangtua menyuruh anak pamer harta keluarga.

Pembuat konten yang menunjukkan anak pegawai BUMN itu sama tak eloknya dengan pengunggah video balita merokok di pasar. Mestinya para pembuat konten sadar, jangan sembarangan membuat konten tentang anak, apalagi anak orang lain.

Janganlah demi konten lalu apa pun dia anggap boleh. Memang sih, ada soal lain yakni warganet yang menyukai konten macam itu bahkan menyebarkan. Bombongan pengikut bisa mendorong pembuat konten hilang kendali, dengan dalih pembenar bahwa penonton suka.

Bahkan misalnya anak tersebut adalah anak sendiri, mestinya orangtua bijak, ingat akan hari depan si anak. Jangan mempermalukan anak.

Ada jenis video tentang anak yang memprihatinkan, yakni perilaku anak dalam kelas, dan yang membuat dan atau mengunggahnya ke media sosial adalah gurunya. Misalnya saat anak salah menjawab, salah mengeja kata, atau salah not dan lirik sebuah nyanyian.

Menyedihkan jika pendidik mempermalukan murid dan menorehkan jejak buruk si anak, padahal yang membuat jejak digital adalah gurunya.

Saya tak tahu apakah guru yang mempermalukan murid di medsos, dan pembuat konten yang memperalat anak orang, juga rela jika anaknya digarap oleh pembuat konten lain apalagi jika si pembuat konten tak mereka kenal.

Gaya anak bawah umur kongko di Circle K Jalan Ahmad Dahlan, Jaksel

Misalnya pun membuat foto dan video tentang hal yang tak patut bagi anak, sensorlah wajahnya. Saya pernah melakukan 12 tahun silam saat mendapati dua bocah kongko, angkat kaki di meja teras Cirkle K.

Di sini saya hanya menampilkan Ethes, bukan bocah yang disebut anak pegawai BUMN itu. Tautan konten pun tak saya sertakan karena saya tak ingin ikut menyebarkannya. Ethes saya tampilkan karena saya membela dirinya.

¬ Foto: Puspen TNI

2 Comments

Junianto Selasa 8 Oktober 2024 ~ 13.00 Reply

Sebagian pembuat konten memang (seperti) tidak punya otak. Selain materi anak-anak seperti disebut dalam tulisan Paman, ada juga yang seperti ini :
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20241004092929-37-576913/viral-warung-rawon-tutup-gara-gara-ulah-food-vlogger

Pemilik Blog Selasa 8 Oktober 2024 ~ 21.19 Reply

Demi konten. Demi popularitas. Dan arahnya mungkin juga demi cuan. 🙈

Malah kabarnya ada food vlogger yang minta makan minum gratis.

Celakanya, platform video ada yang mengharuskan vlogger update rutin, teratur, supaya rating gak turun.

Lbh merdeka cara ngeblog saya, gak peduli berapa kali sehari, bahkan kalo topik tertentu laris banyak yang baca belum tentu saya membuat follow up. Lha ini kan blog personal, bukan media berita.

Tinggalkan Balasan