Arteria Dahlan membuang suara pencoblos

Parpol boleh abaikan caleg yang memanen suara. Jadi buat apa rakyat mencoblos wakil dalam pemilu? Ini soal etika politik.

▒ Lama baca < 1 menit

Arteria Dahlan, petugas partai yang tahu diri

Ikut pileg agar dapat kursi di parlemen, lalu kursi itu dibuang. Oh, tidak, tidak. Orang yang berhak atas kursi itu tidak membuangnya. Dia meninggalkan kursi DPR itu, lalu orang lain yang menggantikan dirinya.

Itulah yang dilakukan caleg Arteria Dahlan (49) dari PDIP, di Dapil Jatim VI (Tulungagung, Blitar, Kediri) dalam Pemilu 2024. Dia memberikan kursinya untuk Romy Soekarno, cucu Bung Karno.

Di dapil tersebut, PDIP meraih dua kursi DPR RI. Urutan teratas adalah Pulung Agustanto (165.869 suara), adik Pramono Anung, salah satu elite PDIP. Urutan kedua adalah Sri Rahayu (111.284 suara), namun kemudian dia mengundurkan diri. Misalnya penggantinya sesuai urutan perolehan suara, yang berhak menggantikan adalah Arteria Dahlan (62.242 suara). Tetapi dia mundur, sehingga yang menggantikan sebagai penduduk kursi adalah Romy (51.245 suara).

Romy Hendra Rahtomo (52), dulu dikenal sebagai DJ Romy, adalah putra Rachmawati Soekarnoputri, adik Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Saya pernah menulis kasus serupa di tiga daerah, dan saya berpendapat caleg dan partainya tidak menghargai coblosan pemilih. Cara ini legal, namun tidak etis. Buat apa mereka berkampanye mencari suara lalu membuangnya? Suara pemilih caleg, bukan partai, adalah amanat.

Mari memilih kambing parpol

Apakah membuang suara itu serupa orang mengenyahkan diri dari antrean minyak goreng murah karena perutnya mulas, sehingga pengantre di belakangnya secara otomatis menggantikan? Beda.

Untuk antre minyak terdepan juga butuh perjuangan: datang lebih dini, lelah berdiri, sampai akhirnya setiap pengantre diwakili oleh sandal, lalu pemiliknya berteduh. Namun posisi antrean dia dapatkan bukan karena dipilih orang, tidak menyangkut amanat dan kepercayaan. Kalaupun ada yang menyuruh, hanya seorang, yang di rumah.

Romy berkilah, kursi DPR dia dapatkan dengan berjuang. Arteria berdalih, “Saya di sini bekerja untuk melayani Ibu Ketua Umum dan keluarga besarnya.” (¬ Detik)

Apakah loyalitas macam itu adalah pendidikan politik yang layak bagi rakyat? Suara rakyat hanya mainan untuk dipertukarkan dalam kursi parlemen. Di balik Arteria adalah partai. Dia hanya petugas. Lalu, ehm, soal dinasti politik Soekarno.

6 Comments

mpokb Senin 7 Oktober 2024 ~ 11.52 Reply

Sebentar lagi pilkada, tapi jadi enggan ke bilik suara nih

Pemilik Blog Senin 7 Oktober 2024 ~ 13.04 Reply

Yeahhhhh 🙈🙈🙈

Dedi Dwitagama Minggu 6 Oktober 2024 ~ 13.42 Reply

Andai rakyat negeri ini pintar dan tak memilih lagi partai itu, partai manakah yg lebih baik?. Salam sehat Pakde.

Pemilik Blog Minggu 6 Oktober 2024 ~ 19.53 Reply

Nggak ada partai yang baik kecuali partai besar di toko grosir

Salam sehat kembali 🙏

Junianto Minggu 6 Oktober 2024 ~ 08.01 Reply

Untunglah saya tidak nyoblos (siapapun) waktu Pemilu lalu.

Pemilik Blog Minggu 6 Oktober 2024 ~ 10.54 Reply

Sip 😂👍👍👍

Tinggalkan Balasan