Para hakim muda akan mogok kerja, dengan cara cuti bersama, selama Senin 7 – Jumat 11 Oktober nanti. Alasannya, selama dua belas tahun terakhir gaji mereka tak naik.
Menurut juru bicara Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia, Fauzan Arrasjid, dalam siaran pers:
“Ketidakmampuan pemerintah menyesuaikan penghasilan hakim ini jelas merupakan langkah mundur dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan.”
Sehingga,
“Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim bisa saja rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.”
Wah, seram juga. Tetapi setelah memperoleh gaji dan tunjangan layak, bahkan tinggi, adakah jaminan hakim bebas dari korupsi?
Kasus yang mulia hakim agung nonaktif Gazalba Saleh, contohnya. Lebih dari sekali dia lolos dari jerat hukum. Malah dia pernah divonis bebas. Awal bulan ini jaksa menuntut hukuman 15 tahun untuknya, denda Rp1 miliar subsider terungku enam bulan, uang pengganti 18.000 SGD (Rp212 juta) dan Rp1,5 miliar, subsider dua tahun bui. Kenapa? Selama 2020—2022 tahun Yang Mulia menerima gratifikasi Rp62,8 miliar (¬ Kompas.id).
Ada saja kembang cerita Yang Mulia Gazalba, kini 56 tahun. Dia pernah membeli rumah di Kobek, Jabar, seharga Rp7,5 miliar, dibayar tunai dengan uang dua koper, tetapi meminta notaris menuliskannya Rp3,5 miliar (¬ Detik).
Untuk rumah Fify Mulyani, yang dalam sidang disebut teman dekat namun saling sapa di WhatsApp selalu dengan ucapan sayang, di Sedayu City, Jaktim, yang mereka beli berdua seharga Rp3,8 miliar, Yang Mulia memesankan cermin seharga Rp13 juta (¬ Kompas.com). Namun Mulyani menyangkal dirinya kekasih Yang Mulia (¬ CNN Indonesia).
Hakim PN Tipikor Jakarta belum memvonis Gazalba, namun dalam pledoinya 17 September lalu Yang Mulia Gazalba mengatakan, “Pidana penjara 15 tahun yang dituntut oleh KPK kepada saya terasa sangat berat dan di luar nalar.”
Yang Mulia membandingkan dirinya dengan bekas sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, yang menerima suap Rp49,5 miliar cuma diganjar kurungan 12 tahun (¬ Tempo).
Gaji Yang Mulia Gazalba sebagai hakim agung saban bulan Rp77 juta, ditambah honorarium penanganan perkara hingga Rp1 miliar, namun tak saban bulan, tergantung banyaknya perkara yang bisa rampung dalam 90 hari (¬ Koran Tempo).
Perihal rencana mogok tersebut, Ketua Umum Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Yasardin mengimbau untuk dibatalkan karena masalahnya sedang dirembuk bersama MA dan Kemenkeu. Menurut Yasardin, gaji hakim Indonesia bermasa kerja nol tahun Rp12 juta, padahal di Malaysia Rp40 juta.
Kata Yasardin, dua pertiga dari total hakim di Indonesia, 7.626 orang, tidak mendapatkan rumah dinas. Mereka mendapatkan uang sewa rumah bulanan Rp2,5 juta.
Maka sang ketua bilang, “Di Jakarta (uang) Rp 2,5 juta, ada tidak rumah yang bisa disewa dengan harga itu. Bisa Rp 2,5 juta, (tapi) cuma satu kamar, tidak ada dapurnya, kamar mandi di luar. Kalau mereka punya anak-anak dan istri, kan, tidak bisa tinggal di situ.” (¬ Kompas.id)
Soal korupsi, hal paling memuakkan adalah jika pelakunya dari korps penegak hukum: kehakiman, kejaksaan, kepolisian, dan KPK. Di KPK termasuk para petugas rutan yang main pungli dan tentu ketuanya macam Firli Bahuri yang hingga kini masih tersangka.
Bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil (kini 64) doyan suap, padahal dia pernah berjanji siap memotong jari jika terbukti korupsi (¬ Detik). Dia sudah dihukum penjara seumur hidup (2014), kasasinya kemudian ditolak MA.
Setelah divonis pada tingkat pertama, Akil ditanya wartawan apakah menyesal. Dia menjawab, “Nggak, untuk apa nyesal?” (¬ Liputan 6)
Bekas yang mulia itu, semasa menjadi Jubir MK, pernah berujar:
“Ini ide saya, dibanding dihukum mati, lebih baik dikombinasi pemiskinan dan memotong salah satu jari tangan koruptor saja cukup.”
Alasannya:
“Pemiskinan koruptor itu kalau hartanya didapat dari negara. Lebih baik dipermalukan dengan mencacatkan salah satu bagian tubuhnya.”
Hukum Indonesia tak mengenal potong jari. Namun, mungkin, tak ada larangan koruptor memotong jarinya sendiri. Masalahnya alat potongnya belum ketemu. Hanya ada pemotong kuku. Mungkin pengadaan alat potong jari itu selalu terhalang markup.
¬ Infografik: Kompas