“Aku nggak nyangka Gibran separah itu, Oom. Sakit jiwa dia itu,” kata Jeng Pinset Selompret saat mengedrop bubur candil traktirannya untuk Kamso dan Kamsi.
“Iya tuh, banyak video ya yang mbahas itu di WA,” Kamsi menimpali.
Kamso sudah membuka mangkuk plastik bubur, dan berujar, “Husss! Oh Pin, kita jangan ikutan menghakimi terlalu jauh apalagi nyebut dia sakit jiwa.”
“Dia nggak stabil. Kontrol diri kurang. Kecanduan konten porno, ya kan Tan?” Pinset mencari dukungan Kamsi.
“Gimana tuh, Mas?” Kamsi mengalungkan sampur gibah kepada suaminya.
“Kita jangan kebablasan gitulah. Soal kesehatan mental, biarlah ahli yang menganalisis dan apa pun hasilnya, jika menyangkut kasus individual, setahuku itu bukan buat publik. Beda kalo keterangan saksi ahli di pengadilan terbuka untuk kasus apa pun, kecuali sidang anak bawah umur dan perceraian,” jawab Kamso.
“Maaf nih, Oom Kam laki sih. Anggap biasa soal pornografi. Hihihihi… Gitu ya, Tan?”
Kamsi tertawa, mengerling ke arah suaminya.
Usai tertawa, Kamso bilang, “Semua orang cenderung menyukai erotika, yang lebih luas daripada pornografi, dengan rentang gradasi yang kaya. Busana wanita wayang kulit bisa ditinjau dari sisi estetika dalam erotika. Tapi apa pria jadi terangsang liat Subadra atau Kunthi?”
“Mungkin jadi on waktu liat gambar Limbuk,” Kamsi nyeletuk. Semua tertawa.
“Tapi di media banyak yang bahas soal pikiran Gibran, Oom,” Pinset tak puas.
“Ada kok media berita yang nggak kepancing ikut mengadili Gibran dari sisi kesehatan mental. Bukan karena takut sama Jokowi atau Bowo, tapi karena nggak mau asal angkat isu viral.”
“Jadi gimana dong Oom kita nempatin diri dalam soal Gibran dan sekalian Kaesang?”
“Kalo nyangkut Gibran, lebih penting data yang tercatat dan diintip publik, nggak usah peduli soal motif dan latar belakang ucapan, apalagi dari sisi kesehatan mental. Gitu juga soal Kaesang, data perjalanan pesawat dan lainnya, termasuk siapa saja penumpang jet dalam setiap kasus, asumsi biaya per jalan, itu yang utama.”
“Mas, kalo Gibran nggak segera bikin klarifikasi secara serius, bukan sambil lalu selagi jalan, soal ini bakal jadi bola liar sekaligus bola salju, nggak?” tanya Kamsi.
“Yang bisa jawab itu Muni. Budi Arie Setiadi, jubir atas inisiatif sendiri, karena panggilan hati sebagai relawan.”
“Bukan Hasan Nasbi?”
“Dia jubir kepresidenan, saat ini untuk Jokowi. Entar buat Bowo setelah 20 Oktober.”
“Nah, setelah Prabowo-Gibran dilantik dia bisa jelasin soal Gibran?”
“Biasanya wapres punya jubir sendiri.”
¬ Gambar praolah: akun Instagram Gibran Rakabuming