Perseteruan Cokro TV dan 2045 TV, pro versus anti-Jokowi

The enemy of my enemy is my friend. Tapi orang-orang yang kini jengkel terhadap Jokowi belum tentu dapat bersatu.

▒ Lama baca 2 menit

Perseteruan Cokro TV dan 2045 TV,

Seorang kawan menanya saya, apakah rutin menonton Cokro TV dan 2045 TV di YouTube. Saya jawab tidak. Kalau dulu, Cokro agak sering. Lalu kanal 2045 sesekali. “Lha ada apa to?” giliran saya bertanya.

Akhirnya dia bilang, dua kanal itu akhirnya bermusuhan gara-gara pilihan politik dalam Pilpres 2024.

Ya, itulah kanal partisan. Sejak awal Cokro, yang bermarkas di Jalan Cokroaminoto, Menteng, Jakpus, memang jadi corong PSI, setidaknya dekat banget. Mungkin karena bohirnya sama, Jeffrey Giovanni. Lalu mereka pecah kongsi, pihak yang berubah memunggungi Jokowi cabut diri dan bermain di 2045 TV.

Kanal 2045 TV menurut kesan saya pro-PDIP. Sejumlah calon kepala daerah dari kandang banteng dibahas. Perbedaan lain dengan Cokro? 2045 TV memusuhi Jokowi.

Kanal yang partisan bisa terjebak dalam permusuhan dengan kanal lain yang berlawanan kutub. Bahkan mungkin ketika punya pendapat sama dalam suatu isu pun, mereka tak langsung rukun.

Kalau kanal independen sih bisa menggigit siapa saja. Lalu kenapa media berita banyak yang akhirnya memberi tempat kepada suara pengkritik Prabu Mulyono dan keluarganya? Masa sih semata-mata demi trafik? Kita butuh penjelasan lain.

Kembali ke soal dua kanal YouTube tadi. Lalu setelah Ade Armando menyebut bekas kawan sekubunya di Cokro, antara lain Denny Siregar, itu sejalan dengan Rizieq Shihab dalam membusukkan Jokowi, bagaimana? Tampaknya Denny, Eko Kuntadi, Masdjo Pray, dan lainnya akan membantah.

Memang sih ada adagium musuh dari musuh saya berarti kawan saya. Namun apakah hal itu dapat diterapkan di semua kasus?

Rasanya sih orang-orang yang kini jengkel terhadap Jokowi belum tentu dapat bersatu, kecuali tercampur dalam kerumunan demonstrasi besar di jalan, atau dalam gerakan besar jangka pendek. Alasan dan kadar kejengkelan setiap orang berbeda. Demikian pula kesediaan untuk memaafkan Jokowi, atau malah menjadi (kembali) menyukai Jokowi.

Orang bisa bilang, ketegangan sekarang adalah endapan kontestasi Pilpres 2024. Misalnya benar diyakini terjadi pengutuban lalu pembelahan masyarakat, berarti yang jadi pokok soal bukanlah politik identitas. Lagi pula jumlah kontes tan pilpres ada tiga paslon, bukan dua paslon.

Jadi, apa dong masalahnya? Kata kaum yang tak suka Jokowi: karena dia merusak demokrasi. Tetapi bagi yang suka Jokowi, tentu jawabannya karena pendukung capres yang kalah belum legawa.

Jawaban kaum yang tak anti-Jokowi pun tergantung kiblatnya terhadap tokoh. Tak semua pendukung Prabowo adalah pencinta Jokowi. Lebih mungkin pendukung Gibran, anak yang notabene pion Jokowi, adalah penyuka Prabowo. Tetapi asumsi ini bisa salah, kecuali lebih dari survei membuktikannya.

Baiklah kalau disebut sumber ontran-ontran ini adalah Joko Mulyono. Namun jangan melupakan semua kekuatan politik yang diuntungkan, atau memanfaatkan, hasrat kuasa berlebihan dari presiden. Jika niat tiga periode terkabulkan, mereka punya napas lima tahun untuk menghimpun sumber daya buat pemilu setelah perpanjangan periode usai.

Itu pun dengan catatan selama periode ketiga sebagian dari mereka bisa didepak dari istana lantaran kalah posisi tawar dalam menghadapi penyanderaan.

Sungguh ketoprak yang membagongkan. Dalam sikon macam itu, semua akun serta kanal laris di media sosial, dan media partisan, adalah penggembira ria yang cekatan menyambar umpan.

¬ Abaikanlah Gibran, yang penting itu Prabowo
¬ Memaafkan Jokowi
¬ Siapa berutang budi kepada siapa?

4 Comments

Junianto Kamis 26 September 2024 ~ 15.13 Reply

BTW tentang perkembangan perseteruan dua televisi tersebut, dan hal-hal lain seperti ditulis Paman, saya menunggu setelah 20 Oktober 2024.

Junianto Kamis 26 September 2024 ~ 12.21 Reply

Posisi tawar. Bukan roti tawar.

Pemilik Blog Kamis 26 September 2024 ~ 13.35 Reply

Suka minum teh tawar.

Tinggalkan Balasan