Yanti Ceret, teman semasa kuliah, menanya Kamso, “Bojomu juga suka ngikutin berita buruk soal Jokowi dan keluarganya, Kam?”
Selesai tertawa, Kamso menanggapi, “Ya. Di medsos, terutama yang video. Saben hari. Aku tau arah pertanyaanmu, Yan.”
“Hahaha. Apa coba?”
“Kamu udah dapet semacam sampel dari orang yang gandrung info kejelekan Jokowi. Info, bukan berita, karena cuma obrolan di YouTube dan lainnya, kalo Bocor Alus Tempo kan beda, itu previu isi majalah, hasil kerja jurnalistik.”
“Hahaha! Apa lagi, Kam?”
“Entah berapa dari sampelmu Yan, yang acak-acakan, bukan acak, itu berapa yang bekas pendukung Jokowi, yang pembenci genuine sejak dulu, lalu lebih banyak perempuan atau lakinya…”
“Hahaha… Lalu?”
“Ada persamaan konsumsi di antara mereka. Nggak bosen dapet info yang hampir sama, soal nilai minus Mulyono dan keluarganya, bahkan dari narasumber yang itu-itu juga, atau arsip media yang sama, cuma beda kanal dan jadwal tayang aja…”
“Hahahahaha! Terus kenapa kira-kira, Kam?”
“Kamu dong Yan yang jelasin.”
“Aku pengin tau pendapatmu, Kam. Ayolah…”
“Hahahahaha! Saat ini di mata banyak orang, tapi jangan tanya banyak itu berapa populasinya, Jokowi jadi public enemy yang mengundang rasa ingin tau soal the dark side of the moon. Orang-orang yang merasa ketipu jadi bernafsu ingin tau lebih banyak untuk melengkapi info bahkan buat validasi kuciwa hati… ”
“Beda ya dari orang patah hati, yang biasanya nggak sudi cari tau info si mantan sialan!”
“Hahaha! Bagi kaum patah hati campur patah arang terhadap Jokowi, mungkin ada dorongan bawah sadar bahwa keburukan Jokowi itu berbahaya, nggak boleh terulang, nggak boleh diulangi siapa pun. Makanya alert terus.”
“Padahal semua info itu belum tentu bener, atau orang belum paham latar belakangnya kan, Kam?”
“Kalo nyangkut media sosial maupun media berita ada soal algoritma, ruang gema, dan seterusnya. Soal kebenaran bisa menjadi sulit, yang mengemuka itu realitas hasil analisis mesin terhadap alam pikir sebagian orang, yang dianggap mewakili masyarakat luas, terhadap Jokowi dari sisi negatif, pada suatu rentang waktu, di aneka platform internet. Halah aku ndobos banget ya, Yan?”
“Emang. Dari dulu. Ndobos sekaligus ndhagel wagu ora lucu, Kam. Sori lho…”
¬ Gambar praolah: Reuters
4 Comments
…dan akhirnya Joko Widodo bertemu Pink Floyd.
Dan minta lagu The Great Gig in Solo
Dan lagu Good Bye Blue Fufu, atau Good Bye Blue Fafa.
Wish you were here, at IKN