Saya selalu kerepotan jika ditanya bagaimana memperlakuan anak dalam berurusan dengan ponsel dan lebih luas lagi internet. Anak-anak saya sudah dewasa. Pada masa mereka bocah, ponsel masih sederhana, banjir konten belum seperti sekarang. Saat mereka bocah juga belum punya laptop. Di rumah ada internet dial up untuk desktop. Satu komputer untuk orang serumah.
Singkat kata, saya tak berani memberikan tip jika ditanya para orangtua. Kondisi sekarang sudah berbeda. Besok apalagi.
Karena kudet, saya baru tahu ada kanal ini di YouTube. Itu pun karena tersesat saat mendapati sekian hasil kesehatan reproduksi. Singkat kata, kanal itu membahas seks. Nona atau nyonya pemilik sekaligus pemandu acaranya seorang perempuan. Mayoritas narasumber dalam topik seks juga perempuan.
Saya hanya menonton satu video, itu pun ngebut sambil membaca transkripsi. Mungkin karena usia, sehingga saya tak punya rasa ingin tahu seperti saat muda apalagi puber dahulu kala.
Dorongan seksual itu alamiah, kodrati, karena tanpa kopulasi untuk berkembang biak maka umat manusia bisa punah, namun perilaku seksual dapat dipelajari. Setiap orang pernah mengalami gejolak hasrat dalam perjalanan hidupnya, lalu bagaimana mengelolanya tentu setiap orang berbeda, dan lebih penting lagi ketersediaan informasi setiap zaman dan tempat berbeda.
Salah satu masalah utama pelantar atau platform berisi konten hasil unggahan pengguna adalah kontrol. Secara manual dan otomatis, apalagi setelah ada AI, selalu ada cara bagi pengelola untuk berpatroli. Selain itu ada pula mekanisme komunal, para pengguna dapat melaporkan maupun menandai sebuah konten yang tak membuat nyaman.
Dari sisi pelantar juga ada opsi bagi pengunggah konten untuk membatasi usia penonton maupun pembaca, demikian pula opsi penambahan disklaimer. Setelah itu, jika menyangkut video, tentu disklaimer verbal secara lisan tentang batasan usia pemirsa.
Dalam posting ini saya tak berbagi tautan. Saya hanya berbagi gambar tangkapan layar yang memuat judul tayangan. Bagi Anda yang sudah tahu ya syukur. Bagi yang belum silakan mencari sendiri. Selanjutnya adalah bagaimana menurut Anda. Beda orang tentu beda penilaian. Pendidikan seks dalam setiap keluarga juga beragam karena setiap keluarga autentik.