Cumi darat itu keren atau pekok?

Misalnya asap hitam cuma efek minim karbon, tetap saja merugikan orang lain karena menghalangi pandangan.

▒ Lama baca < 1 menit

Cumi darat dan pekokisme Indonesia

Sampai sekarang saya tak paham apanya yang keren dari mobil bergaya cumi darat. Di laut, cumi bisa menebarkan tinta hitam untuk melindungi diri. Lantas pemilik mobil menirunya: mengotori udara dengan menyemburkan asap hitam dari knalpot.

Nasihat Direktur Marketing PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmy Suwandi ini mungkin jenis nasihat yang tak lumrah dalam industri otomotif. Tak lumrah karena mestinya tak perlu terlontar. Semua orang ingin mengurangi emisi. Kok malah ada orang berbangga diri mengeluhkan asap titan.

Kata Anton, “Usaha mengurangi emisi bukan hanya dari produk saja, tetapi sejumlah peralatan yang dicopot (dimodifikasi) nanti emisinya malah tinggi. Kalau menyentuh mesin dan kelistrikan pastinya bikin garansi hangus.” (Kompas.com)

Bagi saya, soal kerugian pemilik mobil bukan masalah. Tetapi kerugian orang lain itu yang jadi masalah. Saya teringat dulu, sebelum lumrah masker, ibu-ibu hamil harus menutup hidung dengan syal atau apa saja saat di dekatnya melintas bus kota berasap hitam.

Abad lalu saya pernah membeli Hexos dalam bus kota. Bungkusnya berminyak, dilekati abu hitam. Rumput di pinggir jalan juga begitu. Entah bagaimana paru-paru pengasongnya.

Cumi darat dan pekokisme Indonesia

Keren dan pekok adalah dua hal yang berbeda. Sangat berbeda. Bahkan misalnya asap hitam itu bukan karbon, melainkan efek serupa pesawat aerobatik, tetap saja merugikan orang lain karena menghalangi pandangan. Kepekokan macam cumi darat itu segolongan dengan membongkar jembatan agar truk sepiker bisa lewat.

Tinggalkan Balasan