“Tuh, rasain! Semua orang kesal sama Jokowi dan keluarganya,” kata Pak Dayat Traktor, kemarin pagi dalam reriungan di bawah pohon rambutan, di sudut halaman gedung.
“Nggak semua. Njenengan aja dan segelintir orang sakit ati. Hehehe…,” sahut Pak Anton Ransel.
“Cuma di medsos sama di TV ramenya,” timpal Pak Harno Tanggem.
“Kalo ada survei, tiap tiga bulan hasilnya beda, naik turun,” celetuk Pak Hari Jambu.
“Semua orang tau, saya dari dulu dukung Prabowo. Lalu ada soal jet Kaesang, fufufafa Gibran, nggak ngaruh buat saya,” kata Pak Tono Linggis.
Lalu ramailah mereka mempercakapkan Jokowi dan keluarganya. Pak Bowo Legowo memancing, “Menurut Pak Kam, Mulyono itu piyé?”
“Mulyono itu artinya mulia. Nama itu itu sudah dicabut bapaknya karena terlalu berat, nggak pantes,” sahut Kamso.
“Ada yang bilang nggak usah sok suci, semua ikut bersalah, mengarahkan Mulyono jadi gini. Termasuk yang dari dulu anti, tapi mensyukuri jalan tol waktu mudik, kerja naik MRT LRT, sehingga bikin Mulyono pede, lupa diri, soalnya kepuasan publik tinggi, termasuk dari yang nggak milih dia. Hahaha!” kata Pak Guno Kerupuk.
Setelah tawa mereda, Pak Hadi Teras menanya Kamso, “Jadi gimana kita harus menilai Mulyono?”
Kamso bilang, sebenarnya tidak bisa hitam putih. Manusia punya sisi baik dan buruk. Harto punya sisi baik, nggak sepanjang hidup diracuni iblis. Dia juga punya hasil kerja yang baik. Begitu juga Mulyono. Masalahnya, bagi banyak orang, kerja yang baik itu kewajiban. Tak perlu dibahas.
“Penilaian sebagian orang Indonesia untuknya, jadi jelek karena kecewa, karena dia mencederai demokrasi, melanggar janji. Padahal ada periode dia dipuja karena sesuai harapan. Perjalanan waktu yang akan membuat orang mencoba menimbang dan memahami keburukan Mulyono, bahkan memaafkan. Terhadap semua pemimpin, kita selalu membagi kesukaan dan kebencian berdasarkan periode… ”
“Huh, kayak sama mantan suami dan istri setelah kita bercerai ya, hahaha!” sergah Pak Joni Kelapa.
Tiba-tiba menyeruaklah Bu Joni yang bercitra judes dan galak, “Nggak usah nunggu cerai, sama suami yang belum kita cerai aja bisa banyak sebelnya, porsinya nambah terus.”
Kamsi yang di belakangya menahan tawa.
3 Comments
Nunggu bakdo sik, Paman….
Lebih mudah menunggu bakso
🤣🤣🤣🤣🤣👍