Membuang kursi DPRD agar anak dan istri bisa masuk

Inilah akibatnya jika urusan legal mengalahkan etika. Ayah undur diri dari DPRD, lalu anggota keluarga menggantikan.

▒ Lama baca < 1 menit

Coba periksa berita di pelbagai media, antara lain Kompas, tentang hal yang tampaknya sepele seputar hasil Pileg 2024. Sejumlah anggota DPRD terpilih secara sah kemudian mengundurkan diri dengan seizin partai sebelum dilantik akhir Agustus lalu.

Lalu siapa yang menggantikan? Bisa anak. Bisa istri. Atau entah siapa yang perolehan suaranya berada di urutan setelah mereka.

Lho, mereka kehilangan kursi yang diperoleh bukan dengan lotere, malah harus keluar duit banyak? Ya. Demi orang-orang terkasih. Belajar membangun dinasti politik sejak dini. Mereka itu misalnya…

  • Karanganyar, Jateng: Sulaiman Rosjid (PKB, 4.624 suara) undur diri sebelum dilantik, digantikan anaknya yang masih 23 tahun, Fauzal Maula Rosyid (1.043 suara)
  • Wonogiri, Jateng: Imron Rizkyarto (Gerindra, 5.771 suara) mundur, namun yang melanjutkan bukan Agus Sutarto (437 suara) karena urutan kedua ini ikut mundur, sehingga kursi jatuh ke urutan ketiga, yakni istri Imron, Ayu Putri Karmilasari (213 suara)
  • Bojonegoro, Jatim: Meidi Usman to (Golkar, 4.331 suara), mundur untuk digantikan anaknya, Dian Bagus Setiawan (2.012 suara)

Kok bisa sih? Secara hukum memungkinkan karena ada UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang kemudian diubah menjadi UU No. 7 Tahun 2023. Jika caleg terpilih berhalangan, antara lain meninggal dan mengundurkan diri, caleg separtai dari dapil yang sama dapat menggantikan sesuai urutan perolehan suara.

Siapa yang bikin UU? Ya DPR yang berisi petugas partai bersama pemerintah.

Lalu apa masalahnya? Artinya mereka yang tidak meninggal tetapi mundur itu dengan sengaja dan terencana menyia-nyiakan amanat pemilih, mengkhianati kepercayaan pemilih. Lihat saja perbandingan perolehan suara caleg yang mundur dengan penggantinya.

Dalam bahasa yang sederhana: mereka menipu pemilih. Misalnya Anda memilih kambing untuk Anda beli, lalu dapatnya kambing yang lebih tidak bermutu pasti kuciwa. Memang sih, memilih kambing dan wakil rakyat itu, mestinya dan semoga, berbeda.

Kalau mereka berdalih bahwa UU membolehkan dan partai mengizinkan, berarti bagi mereka etika politik adalah benda yang lebih asing daripada UFO.

Saya beruntung tidak menjadi guru pendidikan kewarganegaraan di SMP dan apalagi SMA. Bisa sinting saya melihat realitas semprul sontoloyo macam ini.

¬ Foto: Unsplash

2 Comments

Junianto Minggu 15 September 2024 ~ 22.28 Reply

Era Joko Widodo memang komplet semprul sontoloyo-nya….

Pemilik Blog Senin 16 September 2024 ~ 07.42 Reply

Sabar, sabar, dan tunggu…

Tinggalkan Balasan