Kondangan, jagong, nyumbang

Apa istilah lokal daerah Anda yang berarti kondangan? Di sebagian Jateng ada yang menyebut nyumbang.

▒ Lama baca < 1 menit

Kondangan, jagong, nyumbang

Istilah seputar pesta pernikahan. Itulah yang tadi siang saya lamunkan selagi berdiri di pinggir karpet untuk lajur pengantin pria dan tetamu pria, berbeda lajur untuk para wanita, sambil menantikan rombongan mempelai dan keluarganya masuk gedung, di Jalan Raya Pondokgede, Jaktim.

Istilah kondangan tentu lumrah. Namun waktu saya kecil, di Salatiga maupun Jogja, istilah “lunga menyang kondhangan” atau “pergi kondangan” kalah populer dari istilah lama jagong atau njagong.

Jagong berarti duduk. Jagongan bisa berarti duduk meriung, sehingga muncul ajakan, “Mréné, jagongan.” Kemarilah, duduk-duduk.

Kondangan, jagong, nyumbang

Adapun untuk njagong, tanpa ditambah mantèn atau sunatan dan tetakan, orang Jawa paham bahwa itu berarti mendatangi resepsi. Bisa di rumah orangtua mempelai, bisa di tempat lain, termasuk rumah makan dan taman.

Sedangkan di Salatiga, kata jagong dan njagong akhirnya terdesak istilah nyumbang. Orang Salatiga yang orangtuanya atau simbahnya dari region berpelat nomor kendaraan AD (Surakarta dan sekitarnya) atau AB (DIY) lebih akrab dengan jagong dan njagong. Lalu orang Salatiga yang berorientasi ke Semarang lebih familier dengan nyumbang.

Kenapa nyumbang? Orang datang ke perhelatan dengan menyumbang sahibulbait. Sebelum amplop lazim, sehingga yang diberikan adalah kado, istilah nyumbang sudah hidup.

Di Sala dan Jogja, istilah jagong dan njagong masih hidup. Padahal jika resepsinya di gedung, besar kemungkinan tak disediakan tempat duduk. Kalau pun ada terbatas, untuk para sepuh.

Tetapi di Sala, saya pernah njagong dengan duduk manis, tak leluasa bertemu orang lain, dan hidangannya ala piring terbang dengan urutan USDEK. Gedung itu milik Jokowi. Kateringnya saat itu entah punya siapa.

Kondangan, jagong, nyumbang

7 Comments

Junianto Minggu 15 September 2024 ~ 14.32 Reply

BTW lagi, saat njagong manten piring terbang, saya jarang dapat USDEK melainkan USDK. Sebab, biasanya saya kondur sebelum es keluar/beberapa saat setelah dhahar, agar tidak uyel-uyelan ketika keluar dari tempat acara.

Biasanya pula saya datang tepat waktu, agar bisa bersalaman dengan orangtua uang punya hajat, yang masih berdiri menyambut para tamu, belum pindah ke dalam lalu duduk.

Pemilik Blog Selasa 17 September 2024 ~ 11.03 Reply

USDEK itu istilah lawas zaman Bung Karno. Singkatan UUD 1955, Sosialime Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kalau ada orang bernama Usdek, patut diduga dia kelahiran dasawarsa 1960. Slogan Bung Karno memang bisa jadi nama anak, maka ada nama Trikora, Dwikora, Tavip, tapi Jasmerah setahu saya tidak ada. Nama Marhaen juga ada, tapi bukan Pak Tani yang mengilhami Soekarno muda.

Lalu USDEK bagi sebagian orang Jateng lawas, jadi singkatan urutan suguhan dalam resepsi. Mungkin itu cara mereka meledek.

Pada masa Orba, UDKP jadi udan deres kelon pénak. Lalu LKMD jadi landa kok mung ndhasé.

Junianto Minggu 15 September 2024 ~ 13.42 Reply

BTW saat saya bekerja di Surabaya, kawan-kawan saya kalau nyumbang/njagong manten nyebutnya bowo (o dibaca seperti dalam bola, bukan seperti dalam Prabowo) atau buwuh.

Pemilik Blog Minggu 15 September 2024 ~ 13.53 Reply

Suwun, baru tahu saya 🙏😇

Junianto Sabtu 14 September 2024 ~ 22.17 Reply

Kateringnya, bukannya punya kawannya kawan lama saya yang juga kawan lama Paman itu?

Pemilik Blog Minggu 15 September 2024 ~ 13.04 Reply

Kanca lawas ingkang pundi, nggih? 🙈🙏

Junianto Minggu 15 September 2024 ~ 13.40 Reply

Ingkang sanes kanca wingking😁

Tinggalkan Balasan