Sore yang gerah tadi saya minum es teh tawar istimewa. Sesuatu yang sangat saya inginkan. Rasanya nikmat sekali. Saya puas. Padahal tanpa lemon maupun jeruk nipis. Saya sebut istimewa karena…
- Saya buat sendiri, ini pertama kali dalam 2024
- Ini juga pertama kali dalam tahun 2024 saya minum es teh
- Seingat saya selama 2023 hanya minum es teh lemon sekali, terpaksa pakai gula, di sebuah kedai di Bogor, karena hanya ada itu
- Tahun 2022 dan sebelumnya, dengan mematok tahun 2019, saya tak minum es teh di kedai maupun di rumah karena saya selalu lebih memilih teh tawar hangat
Maaf, saya tahu itu tak menarik apalagi penting bagi Anda. Jadi, lupakan sajalah. Maka saya berbelok penuturan. Ada dua hal, yakni bahasa dan psikologi.
Perkara bahasa, di kedai menengah ke atas itu lembar menu maupun pramusaji jarang menyebut es teh. Lebih sering tertulis dan terucapkan “iced tea“. Mengapa demikian, Anda dapat menjelaskan. Demikian pula untuk “lemon tea“, bukan “teh lemon”.
Tentu saya siap Anda tertawakan, “Katro ndesit banget, gini aja dipersoalkan.” Apa boleh buat.
Ihwal aspek psikologis, dan fisiologis, yang saya sebut kepuasan itu ada skalanya berupa tahapan. Kepuasan tahap pertama, tertinggi, saya dapatkan saat menyeruput pertama. Lalu setelah tiga tegukan, kurva kepuasan turun. Tegukan keempat dan kelima, makin turun, lalu es teh dalam gelas saya biarkan.
Saya meneruskan minum setelah seperempat jam lebih. Rasa es teh itu biasa saja, memang sih masih bisa disebut dingin. Setelah itu saya tak ingin bikin lagi. Misalnya pun ada yang membuatkan es teh tawar yang sama, saya akan menolaknya dengan berterima kasih.
Halah, itu kan minuman, seistimewa apa pun — kecuali mungkin, sekali lagi mungkin, mengandung alkohol — mengenal rasa kenyang. Butuh jeda untuk menginginkan kepuasan lagi. Hal serupa terjadi pada makanan. Dalam fase tertentu hidup manusia, secara umum juga berlaku untuk seks.
Tetapi bagaimana dengan kekuasaan, dengan catatan kekayaan adalah landasan kekuasaan, apakah kita mengenal kenyang? Tak adakah siklus ingin dan tak ingin?
6 Comments
Tentang es teh, tawar maupun manis, sudah bertahun-tahun saya tak meminumnya. Agar tidak pilek.
Padahal orang lain iri lho, Lik Jun bisa pesen minum apa saja dan makan apa saja, gratis. Urip pancèn wang sinawang, nyawang leliyan kok sajak luwih kepénak 😂
Paling kepenakbya uripe Joko Widodo dan kekuarga….
Itu yang perlu kita tiru. Kata Hasto, baru belakangan partainya tahu kalo Joko waktu ikut Pilgub DKI 2012 sebenarnya punya duit banyak, nggak perlu sampai ada orang DPP jual mobil buat urun.
Lha kenapa saat itu partai nggak ngecek LHKPN si Joko? 😂🙈
Paragraf terakhir sebaiknya ditanyakan kepada Joko Widodo….
Pasti jawaban Si Dodo temannya Mas Dhodhok itu, “Lha kok tanya saya…”