Foto terakhir di galeri foto Kompas.id ini mengesankan saya. Orang melayani permintaan puisi instan, dikerjakan dengan mesin tik. Ada artefak kertas dengan jejak huruf timah dan pita bertinta. Aneh juga, si pemesan sedang asyik dengan ponselnya. Apakah ia sedang memotret sang peramu kata?
Kapsi foto:
Pengunjung mencoba jasa penulisan puisi gratis dalam bazar Semesta Buku di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (27/8/2024). Melalui kegiatan ini, Penerbit Gramedia juga membagikan 12.000 buku ke 100 komunitas taman baca di seluruh Indonesia.
Puisi instan hasil coretan bolpoin juga autentik. Menjadi artefak berharga kalau penyairnya tenar. Konon pada abad lalu penyair bisa membuat puisi dadakan, setelah benaknya disambar ilham, di atas gerenjeng rokok. Mungkin romantisasi berlebihan karena dahulu sigaret kretek nirfilter tanpa kertas perak.
Ihwal foto dari acara Semesta Buku di TIM, Jakarta, tersebut yang muncul di koran cetak hanya berupa foto pemeran biasa, kurang menggamit minat. Sayang. Foto versi koran adalah gambar penanda artikel pada versi aplikasi dan web.
Kembali ke pelibatan mesin tik, mungkin ada sensasi suara mesin tik, yang sungguh berbeda jika dikerjakan dalam ponsel yang senyap seperti saya mengisi blog. Dengan ponsel, bisa saja sang peramu memanfaatkan layanan kecerdasan artifisial.
Oh ya, perihal AI, sebelum kata ini kian memantra seperti hari ini, sebelas tahun silam The New York Times punya haiku dalam bahasa Inggris (¬ Nieman Lab). Sumbernya adalah konten edisi hari itu, termasuk surat pembaca.
Haiku robotik yang dulu terbit harian tersebut bukan hasil kerja redaksi melainkan mainan Jacob Harris, orang teknologi informasi NYT. Ternyata gaya haiku juga bisa dipakai untuk judul berita.
The New York Times wrote a Haiku to avoid saying Israel massacres Palestinians that they’re deliberately starving in Gaza. pic.twitter.com/RGeIKA3vtH
— Assal Rad (@AssalRad) March 1, 2024