“Kang, pidato Pak Prabowo di Kongres PAN itu asyik ya. Nyindir penguasa yang haus kekuasaan,” kata Irawan Bakwan saat ngobrol di bawah pohon rambutan, tempat mobilnya terparkir.
“Halah,” sahut Kamso.
“Itu pasti nyindir Pak Jokowi, Kang.”
“Mosok.”
“Pasti. Pak Prabowo bilang, orang macam itu mau beli kekuasaan supaya bisa diatur semaunya, mengabaikan rakyat, merugikan bangsa dan negara.”
Kamso tertawa.
“Apanya yang lucu?”
“Sampean yang lucu, bukan Bowo. Kalo dia sih nggak nyindir siapa-siapa, apalagi Jokowi. Itu kan omongan normatif. Perhatikan, dia juga bilang kekuasaan nggak bisa didapat tanpa izin dari rakyat. Nah, pilkada sama pilpres itu, secara teoretis, kan minta izin rakyat supaya dikasih mandat untuk berkuasa, sehingga dapat bekerja untuk rakyat.”
“Sampean nggak nangkep substansi, Kang.”
“Setahuku Bowo nggak bilang penguasa yang haus kekuasaan. Dia cuma bilang mereka-mereka yang terlalu haus… Nah, mereka itu kan banyak, yang bukan presiden juga termasuk, Wan. Bowo juga bilang Jokowi nggak pernah nitip orang buat pilkada.”
“Ah, sampean suka leterlek. Pak Prabowo kan juga bilang nggak suka ada orang pake operasi intelijen buat njegal lawan politik.”
“Tapi dia bilang hubungan dengan Jokowi nggak retak. Emangnya Jokowi suka pake operasi intelijen?”
“Maaf nih, Kang. Sebenarnya sampean lebih suka Pak Prabowo atau Pak Jokowi sih?”
Tiba-tiba Budi Pekerti, satpam gedung, datang dan menyela, “Maaf Pak Kamso, mobilnya digeser dulu, ada yang mau keluar.”
¬ Foto: Kemenham
3 Comments
Nyindir awake dewe. Jarkoni.
Lhaaa bukan saya yang bilang lho…
Memang….