Kabar kelam dari sekolah calon dokter spesialis

Dokter senior menekan yunior, bahkan minta dibayari makan sampai pajak mobil. Ada senior yang minta pelayanan seks dari istrinya yunior.

▒ Lama baca 2 menit

Senior bengis bejat di PPDS

Sedih, marah, prihatin, saat aku baca seliweran di info media sosial tentang perundungan di rumah sakit praktik fakultas kedokteran. Pelakunya adalah dokter yang sudah menjadi spesialis, disebut senior. Sedangkan korbannya adalah dokter yunior, yang disebut residen.

Baru info, belum bisa disebut berita, karena belum jelas kejadiannya, dan belum terkonfirmasi. Namun jika itu benar, oh jangan dibiarkan apalagi sampai terulang.

Fakultas kedokteran? Tentu bukan di semua fakultas itu di pelbagai universitas. Kalau kasusnya lebih dari satu, bahkan jika hanya di sebuah universitas penyelenggara program pendidikan dokter spesialis (PPDS), tidak bisa masalahnya direduksi itu hanya sebagai perilaku oknum.

Kasus terbaru: seorang calon dokter spesialis anestasi di Semarang bunuh diri lantaran depresi akibat perundungan, dibantah oleh Universitas Diponegoro. Penyebab kematian bukan depresi sebagai korban perundungan.

Bagiku profesi dokter adalah profesi mulia sejak dahulu kala. Bukan berarti profesi lain nista, tetapi perjalanan sejarah peradaban telah mencatat bidang kedokteran sebagai hal yang terhormat: penyelamat nyawa.

Saat membaca seliweran info, yang belum tentu faktual, aku membatin: itu fakultas kedokteran atau sekolah preman pencetak penjahat?

Di X aku baca ada senior menyebut nama yunior lon*e. Ada kekerasan seksual, dengan memegang payudara sebagai ajakan paksa hubungan badan terjadi. Ada kasus yunior dipaksa menghabiskan lima porsi nasi Padang — orang awam buta huruf pun tahu itu berbahaya. Ada pula istri dari seorang yunior dipaksa melayani nafsu senior. Kasus lain: yunior harus membiayai senior, dari biaya makan minum, pesta, pajak mobil, bahkan cicilan mobil. Bahkan istri dari kaum senior merasa sebagai atasan para istri dari yunior, boleh memerintahkan dan minta apa pun.

Jika itu semua benar, apa sebutan yang tepat untuk mereka, para pelaku maupun senior lain, apalagi dekan dan rektor yang membiarkan?

Kebiasaan buruk: perundungan di PPDS

Kementerian Kesehatan, sebagai pemilik rumah-rumah sakit praktik sudah seharusnya menyelidiki perundungan calon dokter spesialis di sana. Apalagi kasus perundungan bukan baru terjadi sekarang. Agustus tahun lalu Menkes Budi Gunadi Sadikin sudah mengangkat praktik perundungan dalam pendidikan kedokteran.

Tetapi itu belum cukup, setelah menyelidiki selama sepekan lalu apa yang akan Menkes lakukan — siapa pun menterinya karena masa jabatan Budi tinggal dua bulan lagi?

Jika itu dibiarkan, dunia kedokteran akan tercemar. Kasihan dokter-dokter yang genah dan bermartabat.

Apa yang terjadi dalam penjara, yakni hukum rimba, sering dibilang tak terhindarkan namun hal itu tidak berarti boleh dianggap sebagai praktik kehidupan yang benar dan beradab.

Aneh jika dalam setiap kasus buruk apalagi kejahatan selalu ada yang berkomentar kenapa tak sejak dahulu dilaporkan. Bukan hal mudah bagi setiap korban kejahatan untuk melaporkan kejadian.

Premanisme dalam kedokteran

Tinggalkan Balasan