Kesehatan mental, kantor toksik, pinjol, dan Airlangga

Pekerja mandiri rentan gangguan kesehatan mental. Kolektor pinjol mengganggu keluarga. Apa kriteria mental sehat?

▒ Lama baca 2 menit

Tadi dini hari saat membuka Kompas, yang mencolok mata adalah liputan khusus tentang kesehatan mental. Judul utama pembuka serial 18 tulisan itu adalah “Kantor Toksik Ganggu Mental Pekerja Muda”. Adapun berita ihwal Airlangga Hartarto tampil biasa saja, fotonya pun kecil, selebar sekolom.

Berita lengkap, bahwa Kejagung akan segera menggeledah rumah Airlangga kalau ia tak mundur sebelum Ahad (11/8/2024), atas sangkaan korupsi, ada di halaman 3.

Kasus Airlangga itu mendadak, padahal bukan kecelakaan atau hal buruk lainnya, tiba-tiba menjadi berita Ahad siang kemarin, dan ternyata ia sudah membuat surat pengunduran diri, Sabtu (10/8/2024). Video dibuat Ahad pagi esoknya, ditunggui beberapa petinggi Golkar.

Dengan melihat posisi laporan berbasis data ihwal kesehatan mental, saya menyimpulkan dalam kasus ini Kompas setia terhadap perencanaan konten.

Kesehatan mental, kantor toksik, pinjol, dan Airlangga Hartarto

Kompas adalah koran, pemuat berita kemarin. Berita Airlangga sudah mereka munculkan dalam versi daring Kompas.id dan televisi Kompas TV, bahkan mereka punya Kompas.com, dan secara nasional kasus itu sudah riuh di media berita serta media sosial sehari sebelum koran terbit. Namun saya menduga, jika ada obituarium untuk tokoh besar, bisa saja tampil sehalaman depan dan menggusur laporan kesehatan mental.

Kesehatan mental itu penting, sebagai laporan jurnalistik dia menguak masalah sosial, yang dirasakan antara nyata dan tidak. Hal itu berbeda dari kesehatan fisik, misalnya gangguan fungsi ginjal dan cuci darah, yang mudah terlihat oleh orang lain dan kerepotannya dialami banyak keluarga.

Kesehatan mental, kantor toksik, pinjol, dan Airlangga Hartarto

Sudah beberapa kali Kompas dan media lain mengangkat — bukan menurunkan — berita kesehatan mental. Kali ini sebagai paket laporan khusus tampil komplet.

Menarik, maksud saya memprihatinkan, gangguan kesehatan mental terbanyak menimpa mereka yang bekerja mandiri (33,3 persen).

Maka saya membatin, pekerja kantoran saja belum tentu berhak atas rembes (reimburse) biaya konseling profesional, apalagi pekerja mandiri yang semua biaya kesehatan dirinya harus ditanggung sendiri, minimal membayar iuran BPJS sendiri.

Di luar pasal biaya adalah persepsi sosial. Orang ke psikolog, apalagi psikiater, berarti tidak beres. Bila perlu harus diwaspadai.

Istilah kesehatan mental (mental health), yang secara ilmiah lebih diterima ketimbang “masalah kejiwaan”, akhirnya oleh sebagian kalangan dianggap negatif. Berbeda dari, katakanlah, istilah kesehatan reproduksi.

Kesehatan mental, kantor toksik, pinjol, dan Airlangga Hartarto

Sumber lain penyebab gangguan kesehatan mental adalah utang. Pinjaman daring, yang juga disebut pinjaman online (pinjol), adalah yang terbesar, yakni sering dan selalu (59,7 persen).

Seorang narasumber, Rendy (31), warga Tangerang, Banten, terganggu karena karena para penagih utang terus mengontak orangtua maupun pacarnya. Maka sekeluarga pun tak tenteram.

Kesehatan mental, kantor toksik, pinjol, dan Airlangga Hartarto

Lalu apa itu kesehatan mental? Tertampilkan dalam infografik bahwa kesehatan mental, jika merujuk WHO, mencakup empat hal:

  • Mengenali potensi diri
  • Mampu membatasi stres sehari-hari
  • Produktif
  • Bermanfaat bagi orang lain

Lalu apa moral cerita dari cerita laporan Kompas soal kesehatan mental dan Airlangga?

Sepanjang hidupnya media harus selalu memilih akan melaporkan apa dengan cara bagaimana. Bukan soal mudah, karena ada urusan demi trafik atau mengutamakan citra dan alasan kehadiran lembaga. Kedua kutub itu bertaut dengan uang.

Sila baca bahasan saya yang mengambil contoh gaya penjudulan berita olahraga Viva. dan komen Evi Mariani ihwal “kuli konten”.

Tinggalkan Balasan