Saya tak tahu usianya. Perempuan tua dengan rok panjang dan kerudung asal Gunungkidul, DIY, itu setiap pagi mendorong gerobaknya, menjual sayur, dengan berteriak, “Sayoooor! Sayooooorrr!”
Gerobaknya lebih kecil daripada gerobak penjual sayur yang lain. Muatan dagangannya juga tak selengkap penjual lain. Barang yang dibawanya pun sedikit, sehingga ketika ia tiba di depan rumah saya maka sayur maupun bumbu yang kami butuhkan sudah habis. Artinya, apa yang bisa kami peroleh juga berkemungkinan sudah habis untuk pelanggan berikutnya.
Meskipun setiap hari melihatnya, bahkan ikut mendekati gerobaknya mendampingi istri saya, ada hal yang selama ini luput dari amatan saya. Apa? Tambahan lembaran spons tipis pada setang gerobak.
Saya tak tahu padanan Indonesia yang tepat untuk hand grip. Namun yang saya maksudkan adalah itu. Kegunaan spons tersebut, katanya kepada saya, “Lha ya biar tangan saya nggak pegel to, Oom.”
Grip ini adalah aftermarket tapi swakriya. Lalu saya tanya siapa yang membuat dan memasang, ia katakan, “Lha ya saya sendiri, mosok orang lain. Anak dimintai tolong nggak mau.”
Saya sungkan bertanya berapa anaknya, di mana suaminya, karena selama ini saya kurang akrab dengannya jika dibandingkan Mbakyu Sayur lainnya. Baru belakangan saya berkomunikasi dengan nenek ini. Nah, soal setang gerobak, ada temuan saya: lubang pada pipa itu bisa menjadi tempat menyimpan kantong keresek.
2 Comments
pernah beberapa kali saya berpapasan dengan penjual baso cuanki yg keliling jalan kaki menjajakan dagangan pakai pikulan. belakangan saya baru ngeh, di tiang pikulannya itu terselip payung lipat.
Nah! Nanti akan dapat temuan lain lagi. 😇