Lihatlah foto di atas. Diameter kerupuk ini melebihi ukuran mulut kaleng sehingga sulit dikeluarkan. Saat dimasukkan pasti juga seret. Artinya ukuran kerupuk ini normal, belum dikorting. Mungkin ada faktor cuaca: kalau bukan musim hujan, kerupuk bisa mengembalikan penuh. Tetapi ada hal yang lebih penting: kerupuk cap Citra Sari ini enak.
Saya suka kerupuk namun tak sampai menjadi maniak. Tidak setiap hari saya makan kerupuk, bahkan seminggu sekali pun belum tentu. Apakah semua kerupuk bundar, yang sama-sama baru, belum penguk bau, itu enak? Tentu tidak.
Harga kerupuk ini di warung gudeg Bu Prapto, Jalan Raya Pondokgede, Jaktim, masih Rp2.000 per buah. Rata-rata kerupuk memang berharga segitu kecuali yang punya rasa lebih.
Di warung bukan kedai makanan, harga kerupuk juga Rp2.000. Namun di warung makan, termasuk yang melayani Gofood dan sebangsanya, harga kerupuk bisa Rp2.500 ke atas. Ada yang menjual Rp4.000. Nilai receh makin tak berarti sehingga mengambil untung Rp100—Rp400 itu tanggung, merepotkan uang kembalian.
Keripik buatan Depok, Jabar, ini ada di sekian warung di Jaktim maupun Bekasi, terutama sekitar Pondokgede. Saya tak tahu di setiap kota maupun kabupaten ada berapa perajin kerupuk. Dalam situs pemkot dan pemkab tak ada data itu.
Kalau data sih pasti ada tetapi tak dipublikasikan. Padahal kepala daerah, aparat pemda, polisi daerah, dan anggota DPRD doyan kerupuk, bukan?
Yang menarik dari kerupuk Citra Sari ini adalah logo. Kalau menggunakan stiker, memang sudah lumrah karena lebih praktis ketimbang cat semprot apalagi menulisi pakai kuas. Tipografi logo kerupuk ini menggunakan fon yang populer pada awal 2000-an, sehingga ada di kaus, stiker motor, dan tulisan pada bak truk. Mirip rupa, fon kerupuk ini ada di Dafont. Namanya Planet Kosmos.