Para bakal calon (balon) wali kota maupun balon bupati sudah mulai mejeng melalui baliho di jalanan sejak dua bulan lalu. Untuk Kobek (Kota Bekasi), juga demikian.
Ada yang desainnya menarik, bahkan ketika disandingkan dengan baliho rival dan produk lain non-pilkada sekali pun. Namun ada juga yang generik dalam arti sekadarnya. Masalahnya apakah pesan mereka mudah dicerna, lebih tepat lagi mudah diingat?
Salah seorang bakal kandidat, bekas napi korupsi yang saat menjadi buron akhirnya dicokok tim Kejagung di sebuah vila di Bali, langsung memasang sepuluh butir janji. Misalnya honor pengurus RW Rp3 juta/bulan, dan pengurus RT Rp2 juta/bulan. Ada lagi: iuran gratis BPJS dan “pengentasan banjir”.
Terserah mau janji apa. Yang penting bukti. Tidak dijanjikan dalam kampanye tetapi dilakukan juga ada, misalnya oleh Presiden Jokowi: membangun IKN. Lalu penggantinya, yang dia dukung, menjanjikan makan gratis.
Pekan ini Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengusulkan nasi jagung untuk makan gratis. Mungkin kelak makan siang gratis rapat menteri yang Rp159.000 per orang juga akan melibatkan nasi jagung (¬ lihat arsip).
Lalu di luar aneka janji, ada dua hal menarik bagi saya. Pertama: urusan pilkada tingkat gubernur di sejumlah provinsi masih alot. Proses dagang sapi belum selesai. Peta koalisi Pilkada 2024 bisa berbeda dari Pilpres 2024. Tiada yang abadi dalam politik selain kepentingan. Kedua: saya belum mencari tahu adakah skripsi ilmu komunikasi maupun desain komunikasi visual yang mengkaji baliho kampanye pilkada.