Makin jarang musik terdengar keluar dari dalam rumah

Saya berharap dugaan saya salah besar, sehingga earphones bukanlah penyebab rumah terkesankan senyap.

β–’ Lama baca 2 menit

Sepiker Bluetooth bukan untuk mengganggu tetangga

Saya berharap kesan saya salah. Ya, salah. Terhadap keadaan di area saya, dalam radius satu kilometer dari rumah maupun di tempat lain. Soal apa? Suara musik. Suara yang keluar dari dalam rumah.

Belakangan saya rasakan, setiap kali berjalan kaki, melewati rumah demi rumah dalam kompleks maupun kampung sekitar, makin jarang saya mendengar suara radio, suara pemutar musik entah kompo stereo maupun sepiker Bluetooth, dan suara televisi.

Namun di rumah-rumah petak kontrakan, yang ruangannya sempit, saat melintas di depannya kadang masih terdengar suara musik dari sepiker ukuran sedang. Suara itu bisa pagi pada jam kerja, namun dari rumah ada orang dewasa dan anak-anak, bisa juga siang dan sore.

Perihal suara televisi di luar tayangan sepak bola, apa boleh buat ingatan saya terjerembap ke masa lampau, tahun 1980-an ketika stasiun televisi hanya ada TV bisa seragam.

Saya ingat di Yogyakarta dulu, malam hari saat memintas jarak pulang ke rumah melewati perkampungan, kalau TVRI sedang menayangkan acara musik, suara dari rumah ke rumah tak pernah putus. Acara semacam Aneka Ria Safari menjadikan lagu setiap rumah sama, disetel cukup keras sampai terdengar dari gang. Dari pangkal ke ujung sepotong gang setelah saya belok, saya bisa mendengarkan separuh lagu.

Baiklah. Itu masa lalu. Mari bicara masa kini. Taruh kata kesan saya benar, bahwa musik jarang terdengar, masih adakah musik bergema dari rumah? Ada.

Ya, ada. Siang hari. Dari rumah yang sedang direnovasi maupun dibangun namun pemilik rumah tidak sedang tinggal di situ. Suara musik, dari ponsel maupun sepiker Bluetooth, bersumberkan MP3 dalam media simpan maupun pengaliran, diputar oleh tukang.

Setahu saya, hampir setiap tukang punya MP3 dalam ponselnya. Bisa juga lagu berasal dari YouTube, lengkap dengan iklan penyela. Tim tukang pembangun rumah tetangga saya beberapa tahun lalu menggunakan boks sepiker besar Bluetooth yang bisa ditancapi kartu memori. Musik dangdut koplo dan tarling dermayon mengiringi kerja mereka seharian.

Lalu sekarang ke manakah musik bermuara karena tiada bergema? Saya menduga, namun semoga salah, musik berujung di penyuara telinga (earphone) dan penyuara jemala (headphone) β€” ada juga yang menyebut kedua pergantian itu pelantam β€” setiap orang.

Seiring perkembangan gawai, maka penikmatan musik, dan juga film, menjadi makin personal dan individual, bukan lagi komunal seperti Aneka Ria Safari tadi.

Atau, sebelum ada Aneka Ria Safari, adalah zaman radio pra-transistor di perkampungan: bahkan radio sebuah rumah bisa dinikmati tetangga, sekalian menjadi pengganti jam, dari penanda siaran berita RRI berupa refrein “Rayuan Pulau Kelapa”.

Kini misalnya pun dalam sebuah rumah ada beberapa orang berbeda selera, dan masing-masing tak menggunakan penyuara, maka yang terjadi adalah kopromi: jangan pol-polan menyetel volume. Namun hal itu hanya pas untuk menyetel film asing dengan subtitel, bukan untuk musik. Menurut pengandaian saya demikian.

Headphones

4 Comments

Junianto Senin 29 Juli 2024 ~ 21.20 Reply

Sejak lama, sampai sekarang, tiap pagi ikut mendengarkan suara musik yang keluar dari rumah tetangga sebelah utara rumah saya….

https://skoyndembik.wordpress.com/2022/01/13/alunan-lagu-cinta-lawas-dari-rumah-tetangga/

Pemilik Blog Selasa 30 Juli 2024 ~ 08.30 Reply

Bagus itu πŸ˜‚πŸ‘πŸ‘

devie Senin 29 Juli 2024 ~ 07.57 Reply

di rumah Jakarta, kami masih punya speaker yang juga nancep ke TV. cukup untuk mengisi ruangan 10x8m. tapi ya ndak pernah brani muter terlalu keras yang sa.pai nembus tembok tetangga dan luar. takut menganggu. cukuplah terdengar di rumah kami saja.

tapi kemarin pagi jam 10an, pas jalan kaki pulang selepas pertemuan di Tsanawiyah-nya Thole, pas deket masjid ada musik keras sekali, campurasi kekinian. celingak-celinguk, akhirnya ketemu. ada rumah agak masuk gang di samping masjid sumbernya. ada bapak-bapak dengan singlet putih tampak khusuk menikmati.

Pemilik Blog Senin 29 Juli 2024 ~ 12.34 Reply

Betul, telinga orang lain harus kita hargai. πŸ‘πŸ’πŸ™

Tapi ada lho orang yang merasa manteb kalo musik yang dia putar itu seolah juga dinikmati oleh tetangga. πŸ™ˆ

Ada juga kasus aneh. Pasangan tetangga senang jika rumah sebelah menyetel musik agak keras, mereka ikut menikmati.

Tinggalkan Balasan