Laporan koran Kompas yang akan berisi 15 tulisan mulai hari ini (22/7/2024) sungguh menyedihkan. Merujuk arsip putusan Mahkamah Agung, tersimpulkan dalam teras berita, “Dari 1.113 berkas pembunuhan periode 2022-2024, sebanyak 65 persen pelaku adalah anak muda berusia 19-35 tahun. Kemarahan sepele dan alkohol jadi kombinasi mematikan.”
Kita abaikan dulu peristilahan, apakah usia 35 termasuk anak muda. Bahasa memang bisa merepotkan, karena sebutan anak muda — tanpa kejelasan batasan usia — lebih mudah diterima ketimbang anak tua.
Membunuh. Konon itu mudah dilakukan, karena sejak dahulu begitu gampang, seperti cerita biblikal Kain membunuh Habil, sebagai pembunuhan pertama sejarah umat manusia, tetapi yang menjadi persoalan mengapa muncul niat untuk melakukannya. Urusan mudah belum tentu sepele. Nyawa hilang tak dapat lagi ditemukan lalu ditiupkan ke badan. Juga tak tersedia nyawa serep.
Perjalanan hidup manusia memahami benar soal nyawa, sehingga apa pun akan ditempuh untuk menyelamatkannya. Secara naluriah, manusia berkesadaran tak mau dipaksa mati. Maka muncul tamsil, cacing diinjak saja meronta karena tak mau mati.
Menurut Kompas, redaksi menganalisis berkas perkara dari situs Direktori Putusan Mahkamah Agung yang melibatkan 1.349 pelaku dengan 1.013 korban. Kemudian terungkaplah bahwa 38,7 persen pelaku membunuh karena emosi sesaat. Motif lainnya adalah balas dendam (19,25 persen), asmara (12,64 persen), lain-lain (7,21 persen), dan ingin menguasai harta korban (6,12 persen). Motif yang masuk dalam kelompok lain-lain adalah konflik akibat politik desa atau sengketa kepemilikan lahan pertanian.
Hasil analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas juga mengungkapkan, 65 persen pelaku pembunuhan berusia 19–35 tahun, kelompok 36–45 tahun (21,3 persen), 46–55 tahun (8,7 persen), usia 56-65 tahun sebesar 2,7 persen, dan di atas 65 tahun sebesar 2,4 persen.
Kompas merujuk data Badan Pusat Statistik, selama lima tahun terakhir tren jumlah pembunuhan menurun. Pada 2018 terjadi 1.024 pembunuhan, lalu pada 2022 menurun menjadi 854 pembunuhan. Namun tingkat pembunuhan di Indonesia masih lebih tinggi (4,3 per 100.000 penduduk) dari rata-rata di Asia Tenggara (3,8 per 100.000 penduduk). Dengan kata lain, setiap 10 jam, satu orang mati terbunuh di Indonesia.
¬ Infografik: Kompas.id (tanpa izin)