Ngayogyakarta versus Surakarta

Apakah saling melecehkan dengan bergurau, antara wong Yoja dan wong Sala, masih berlangsung hingga hari ini?

▒ Lama baca < 1 menit

Jogja versus Solo apakah masih berlangsung?

Saya berpengandaian foto bertajuk “Tradisi Nguras Enceh”, berisi kerumunan pria berbusana tradisional Jawa yang saling memunggungi itu, oleh banyak pembaca cuma tersimpulkan sebagai sebuah ritual. Tidak salah. Betul banget.

Tetapi jika Anda membaca kapsi foto, perhatikanlah kata “kostum biru” dan “kostum hijau”.

Abdi Dalem Keraton Yogyakarta (kostum biru) dan Keraton Surakarta (kostum hijau) melakukan pengisian air pada enceh atau tempayan saat upacara tradisi Nguras Enceh di Makam Raja-raja Mataram, Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, Jumat (12/7/2024). Tradisi pengisian air pada empat tempayan di tempat itu dilaksanakan setiap hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon pada bulan Sura oleh Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta.

Jogja versus Solo apakah masih berlangsung?

Lalu apa menariknya? Sebenarnya warna kostum bisa apa saja, lebih penting keterangan bahwa para pria itu mewakili dua dunia, yakni Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Keraton Surakarta Hadiningrat. Belangkon mereka berbeda.

Soal kedua kerajaan Jawa, Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, itu apa menariknya dalam kapsi foto halaman pertama Kompas hari ini (13/7/2024)? Nah, ini wilayah tafsir.

Tepatnya tafsir subjektif saya. Pertama: soal persepsi sebagian orang Jawa bahwa wong Jogja (Jogja lebih luas daripada Kota Yogyakarta) dan wong Sala (ya, Solo) itu agak berseteru secara tipis. Saling melecehkan. Kedua: namun di bukit Imogiri, Bantul, abdi dalem Yogyakarta dan Surakarta bisa punya acara bareng dan rukun karena di sanalah makam para raja kedua kerajaan.

Persoalannya, misalnya perseteruan tipis itu pernah dan masih ada, apakah hari ini masih relevan? Kerajaan Mataram Islam, bukan Mataram Hindu, pecah menjadi dua karena Prajanjèn ing Janti atau Perjanjian Giyanti yang diatur oleh VOC pada 1755.

Suatu kali, pada abad lalu, teman saya yang putra Garut menyaksikan dua sejawat saling ledek. Masing-masing dari Yogya dan Sala. Teman saya menengahi, “Kalian ini nggak kompak gara-gara Belanda kenapa hari ini perasaan masih dipiara?”

Jogja versus Solo apakah masih berlangsung?

Kembali ke soal foto Enceh, versi koran hanya memuat sebuah, berbeda dari versi subrubrik Foto Cerita di web maupun aplikasi Kompas.id yang berisi 18 foto. Gambar andalan versi web dan aplikasi berbeda dari versi foto tunggal untuk koran yang lebih kuat dan mengundang tafsir iseng.

Tinggalkan Balasan