Es kopi awet dari mantan yang habis dalam 21 jam dan soal bahasa

Selain berlatih keseimbangan saat berjalan kaki, saya kini belajar minum kopi. Kata mantan dalam kemasan menuntun benak saya melantur.

▒ Lama baca < 1 menit

Es kopi awet dari mantan yang habis dalam 21 jam dan soal bahasa

Belum pernah saya menghabiskan segelas kopi panas, apalagi es kopi, membutuhkan waktu sampai 21 jam. Tetapi itulah yang terjadi. Karena saya sedang belajar minum kopi. Sudah dua bulan saya hanya ingin minum air putih. Kemarin siang terbit hasrat menyesap es amerikano alias es kopi item sonder gula.

Saya lupa kapan terakhir kali minum iced americano. Tampaknya selama 2024 belum. Cold brew juga tidak. Nah, kemarin es kopi dalam gelas plastik itu datang. Saya tak ingin langsung mencicipi, minuman itu saya masukkan kulkas. Sore sekira pukul lima saya sedot. Sedikit demi sedikit. Sampai pukul delapan malam belum habis, masih separuh lebih. Lalu minuman itu saya masukkan kulkas lagi. Lebih enak air putih.

Siang ini, sekitar pukul satu, es kopi saya keluarkan dari kulkas. Saya sesap bertahap. Akhirnya habis pada pukul 14.14. Butuh waktu 21 jam sejak sesapan pertama.

Kenapa saya baru sekarang ingin minum kopi, entahlah. Saya hanya merasakan sejak sakit hingga pemulihan saat ini selalu ingin makan bubur disertai kuah dan minum air putih. Nasi tak menggerakkan selera. Teh tidak ingin. Tetapi buah saya doyan. Sayur juga. Es krim begitu pula.

Baiklah, kita tinggalkan masalah kopi dan pemulihan raga. Lebih menarik ini: istilah mantan, yang tertulis pada tutup gelas es kopi. Saya pernah membahas kata mantan namun belum menemukan arsipnya.

Kata mantan, dari bahasa Jawa mantên (bukan mantèn, yang berarti pengantin) — bersinonim dengan tilasan dan pocotan, maka ada sebutan “mantên lurah” — diserap oleh bahasa Indonesia pada medio 1980-an. Istilah yang menggantikan “bekas” dan “eks” ini cepat laku. Para birokat menyukainya.

Sebutan bekas camat dan bekas bupati itu dirasakan serupa barang, karena bekas kulkas dan kulkas bekas itu berbeda. Kulkas bekas masih dapat berfungsi. Tetapi harian Kompas dan majalah Tempo kadang masih memakai sebutan itu untuk eks pejabat publik.

Es kopi awet dari mantan yang habis dalam 21 jam dan soal bahasa

Begitulah, ada aspek psikolinguistik dan sosiolinguistik dalam kata karena bahasa menyangkut rasa. Rasa kebahasaan juga diwarnai oleh keberpihakan dan sudut pandang penyebut seiring perjalanan zaman dan pertumbuhan kesadaran. Ada unsur ideologis, kata orang.

Maka sezaman dengan mantan, dahulu kata purnakarya juga disukai dan laku. Media berita membahanakannya.

Huh, abstrak ya? Coba bandingkanlah sebutan ini: pelacur, wanita tuna susila, dan pekerja seks komersial. Juga ini: babu, pembantu rumah tangga, asisten rumah tangga, dan pekerja rumah tangga.

Tinggalkan Balasan