Amuk warga karena pajak mendera

Koran cetak dengan konten yang statis, berisi kabar telat, masih menarik. Eh, bagi siapa, umur berapa, berlatar belakang bagaimana?

▒ Lama baca < 1 menit

Rakyat marah karena pajak dan pungutan

Apa sih menariknya koran yang isinya berita telat? Layout. Ya, tata letak. Bagi orang kuno seperti saya, tampilan koran menunjukkan cara pandang redaksi dalam menempatkan prioritas berita dalam sebidang informasi statis.

Bukankah dalam laman web maupun aplikasi media berita yang namanya tata letak lebih mudah dimainkan? Betul. Malah dengan algoritma maka tata letak laman yang saya baca, berikut berita utama (headline), dan Anda baca bisa berbeda. Misalnya dalam ponsel saya yang menjadi berita utama adalah warta jenaka, dan di ponsel Anda yang menjadi berita besar adalah sepak bola. Mirip iklan programatik.

Rakyat marah karena pajak dan pungutan

Sebenarnya media digital tak perlu meniru media kertas karena fitrahnys berbeda. Cara membacanya juga. Media kertas itu statis, tidak kaya dari sisi kuantitas maupun ragam konten. Memang sih, media kertas bisa dibuat ramah augmented reality. Namun untuk media berita, apalagi harian, ini merepotkan.

Celoteh panjang saya di atas adalah sudut pandang saya ketika membaca Kompas tadi dini hari karena mendusin lalu kancilan. Berita kemarahan warga Kenya segera saya buka setelah membaca boks pemancing kecil di bagian kiri bawah halaman pertama. Saya tak membaca headline.

Rakyat marah karena pajak dan pungutan

Maka inilah kapsi foto tentang Kenya: “Unjuk rasa di Nairobi, Kenya, Selasa (25/6/2024), untuk memprotes rencana pemerintah menaikkan pajak. Warga marah karena pemerintah terus menambah aneka pungutan padahal kondisi perekonomian sedang sulit. Upah minimum di Nairobi yang merupakan ibu kota Kenya lebih rendah daripada biaya minimum untuk hidup layak.”

Adapun intro beritanya di bawah judul: “Rangkaian tambahan pungutan disampaikan saat pendapatan warga sulit naik. Upah minimum di Nairobi hanya 119 dollar AS. Sementara biaya hidup layak 150 dollar AS.”

Rakyat marah karena pajak dan pungutan

Barusan saya mencari berita lain seputar Kenya, selain yang kemarin siang (26/6/2024) di Kompas.id, yang ternyata lebih keras ketimbang versi koran — kemarin saya tak tahu ada kabar ini. Ternyata saat saya berpuasa berita sebulan, selama Mei lalu, ada berita Kenya. Lihat tangkapan layar di bawah.

Indonesia meniru Kenya

Tinggalkan Balasan