Komedi Jokowi dalam Pilkada 2024

Jokowi tak menyukai Anies untuk capres dan kemudian cagub DKI lagi. Mungkinkah PKS bermitrakan PDIP yang dulu menghajar Anies?

▒ Lama baca 2 menit

Komedi Jokowi dalam Pilkada 2024

Suka tidak suka, orkestrator merangkap konduktor hebat dalam politik Indonesia saat ini adalah Jokowi, presiden sampai Oktober 2024 itu. Opera Pilpres 2024 telah membuktikan. Tak hanya musik, naskah opera itu pun mengikuti gagasan Jokowi yang dulu kerap diejek plonga-plongo.

Untuk Pilkada 2024, yang serentak, November nanti, Jokowi membuktikan kepiawaiannya bermain catur kekuasaan dengan menggerakkan Koalisi Indonesia Maju yang mendukung Prabowo – Gibran. Misalnya nanti Kaesang Pangarep ikut pilkada, itu cuma kasus Mahkamah Adik membebek Mahkamah Kakak.

Intinya, pemilihan kepala daerah harus KIM menangi melalui kandidat pilihan istana. Memang di antara anggota koalisi belum bulat akan mencalonkan Ridwan “Emil” Kamil untuk gubernur Jabar ataukah DKI. Di Jabar, Emil punya peluang besar, tetapi di DKI dia diperlukan untuk mengerem Anies Baswedan, tokoh yang tak disukai Jokowi.

Dalam situasi kondisi macam itu, pilihan PDIP adalah mendukung calon yang tak disukai istana. Kalau gagal di pilgub utama, banteng harus menang di pilbup dan pilwali, tanpa harus melalui kadernya.

Jika Banteng mendukung Anies, berarti semua suara masa lalunya yang menghajar Anies saat menjadi gubernur DKI boleh dianggap garnis dalam hidangan politik. Serupa suara PSI sebelum berbalik mendukung Prabowo. Begitu pun serangan politikus dan pendukung Gerindra terhadap Jokowi sebelum Prabowo masuk kabinet.

Komedi Jokowi dalam Pilkada 2024

Bagi rakyat, inilah tontonan akbar untuk melihat politik dan perilaku politikus. Tak ada pertemanan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi.

Kelak, jika KIM mengubah UU MD3, sebagai repertoar hasil Pemilu 2014, sehingga partai pemenang Pileg 2024 tak dengan sendirinya memimpin parlemen, maka di DKI ada kemungkinan PKS sebagai pemilik kursi mayoritas tak mengetuai DPRD.

Kemungkinan ini menjadi alat penekan KIM kepada PKS agar tak mendukung Anies, artinya juga agar tak bekerja sama dengan PDIP — suatu hal yang selama ini secara kimiawi politik kurang klop. Apalagi jika kabar burung ini benar: KIM akan mengganti 50 persen biaya PKS untuk Pemilu 2024.

Kursi PKS di DPRD DKI naik terus namun nasibnya belum tentu baik. Partai berbasis pemilih Muslim ini jadi bulan-bulanan setelah kursi wagub DKI ditinggalkan Sandiaga Uno untuk menjadi cawapres bagi Prabowo, 2019. PDIP dan Gerindra, serta partai lain, bermain mata, sehingga kursi wagub kosong sekian lama, namun akhirnya yang dapat adalah Gerindra, bukan PKS.

Kata orang, politik dan bisnis itu sama, menyangkut seni berkompromi agar tujuan, meski tak sepenuhnya utuh, dapat tercapai.

Maka Rakyat belajar politik tanpa capai membaca buku: cukup menyimak wayang kulit sambil sesekali tertidur.

Kalau menonton pergelaran wayang kulit, seseorang boleh sesekali mengurai sila, misalnya untuk membeli ronde di bawah pohon, lalu meminta temannya menggosokkan Rheumason di punggung, sampai suara bersendawa (kemudian bau kentut) mencari jalan.

3 Comments

Tinggalkan Balasan