Persoalan info produk dan produsen pada bidang kecil adalah keterbacaan. Dalam teknologi digital, fon sekecil apa pun dapat diterakan pada kemasan kecil, misalnya bungkus kembang gula dan permen karet. Namun lagi-lagi apakah teks akan terbaca?
Untung ada solusi yakni kode QR. Semua ponsel cerdas dapat membacanya. Namun dalam kasus permen karet cap Big Babol, dari dua mode QR hanya satu yang terbaca, diarahkan ke laman petunjuk akun promosi di TikTok dan Instagram.
Adapun kode QR untuk ke BPOM tak memberikan hasil. Bisa jadi masalahnya di ponsel saya. Bisa juga pada si kode.
Lantas? Nah, ini dia. Taruh kata infonya lengkap, yang semoga terbaca, tertera pada bungkus permen karet, dari 1.000 konsumen berapakah yang menyempatkan diri untuk membacanya?
Kemudian, misalnya kode QR dapat mengantarkan konsumen ke situs yang tepat, dari 1.000 orang berapakah yang melakukan pemindaian?
Persoalan beginian antara sepele dan penting. Mirip klausul baku, atau sepihak, dalam pemanfaatan jasa. Produsen sudah membuat penjelasan tertulis, sesuai regulasi dan kepatutan, soal konsumen baca atau tidak itu bukan masalah produsen.
Eh, terus kenapa saya beli permen karet? Untuk terapi memulihkan mulut menceng akibat saraf dirusak virus sehingga wajah lumpuh separuh. Menemani terapi balon.