Nyeni itu relatif. Beda orang beda penilaian. Bagi saya, kepingan kayu berdiameter sekitar 10 cm ini nyeni.
Tentu saya juga mendebat diri sendiri: nyeni karena aslinya nyeni dalam arti indah di mata, di mana pun dia diletakkan, ataukah tampak artistik — sebut saja estetis, sesuai selera obrolan masa kini — karena penataletakan dalam foto?
Paragraf di atas bisa menjadi debat tak berkesudahan. Lagi-lagi karena menyangkut cita rasa.
Maka kita abaikan dulu perbincangan soal itu. Lebih wigati membahas ini benda apa. Jelas, ini adalah potongan kayu, saya menduga dari dahan, entah dari pohon apa. Jadi saya tak tahu ini kayu apa.
Keping ini kering dan keras. Begitu pun kulitnya. Bidang yang lebar bundar itu diselesaikan dengan halus. Bisa jadi karena dipernis nirkilau (matte). Pemotongannya rapi, mungkin menggunakan gergaji mesin. Saya sebut pemotongan karena wujudnya jelas, bukan hasil pembelahan kayu. Posisi serat kayu menampangkan hal itu. Memotong dan membelah itu berbeda.
Barang ini adalah coaster, tatakan gelas minuman. Saya membeli sekian tahun silam untuk tatakan karaf cupang. Harga satuannya seingat saya tak sampai Rp10.000. Si pembuat sekaligus penjualnya kreatif: ketimbang cuma jadi kayu bakar dijadikan barang kerajinan saja. Ada nilai tambah.