Seorang ibu selalu nggerundel, tiap kali ambil koin dari ceruk dekat tuas persneling menemukan uang logam di bawah Rp500. Kalau putrinya ada bersamanya dalam mobil, ibu itu langsung menegur. Tepatnya mengulangi teguran lain waktu sebelumnya.
Koin semakin sulit didapatkan, begitu pun uang kertas Rp1.000 dan Rp2.000, bagi orang yang membayar apapun secara nirtunai, sejak memesan ojek hingga membeli makanan dan minuman.
Di sisi lain, koin di bawah Rp500 itu jarang yang bersedia menerima. Misalnya diberi lima koin Rp200, Pak Ogah merengut. Misalnya diberi sepuluh koin Rp200, pengamen cemberut. Apalagi jika diberi sekian pecahan Rp100.
Sebetulnya ada sih pihak yang masih bersedia menerima koin di bawah gopekan, yakni kasir minimarket yang konsumennya masih membayar secara tunai sehingga membutuhkan uang kembalian.
Kasir di tempat macam itu menerima koin receh sebagai pembayaran maupun untuk ditukarkan. Untuk menukarkan receh ke lembaran, saya pernah kebarengan orang di kasir yang membawa buanyaakkk sekali koin, namun sudah dia kelompokkan sesuai nominal, dibalut selotip. Misalnya ditata per seribu rupiah.
Kalau koin kita serahkan dalam kantong, kasir ogah. Bukannya bisa pakai timbangan? Ini juga menambahi pekerjaan.
Dahulu, saat tim Koin Keadilan untuk Prita Mulyasari menyerahkan koin (2009), Bank Indonesia menghitung ulang dengan mesin. Hasilnya lebih besar daripada hitungan manual oleh sukarelawan. BI menyatakan jumlahnya Rp615.562.043.
2 Comments
di sini ada mesin yang nerima koin untuk kemudian ditukar menjadi struk yang bisa dipakai buat belanja. tentu ada komisinya yang diambil oleh si mesin. namanya Coinstar. koin tinggal dituang ke feeder, nanti akan disortir sendiri.
kalo saya, untuk menghabiskan koin, memasukkan ke vending machine. sayangnya vending machine tidak menerima pecahan 1, 2, dan 5 sen.
Waaaa bagus itu. Perlu ditiru Indonesia ini 👏👍💐