Sudah pasti, menggantungkan pisang itu dapat sedikit mengerem laju pematangan agar pisang tidak kedalon — dari kata dalam bahasa Jawa dalu, KBBI menyerapnya dengan arti terlampau masak. Maka penjual pisang, termasuk pisang barangan dan kepok, pun menggantungkan pisang. Di supermarket dan lokapasar tersedia aneka gantungan pisang.
Menggantungkan sesisir pisang mencegah buah memar menahan beban dari sesamanya, atau karena saling menekan. Kalau pisang diletakkan apalagi ditumpuk akan berpeluang menjadi emu — dalam bahasa Jawa berarti memar.
Bicara pisang adalah bicara buah. Sehari sebelum Lebaran, toko dan kios buah, termasuk lapak buah bertenda yang dadakan, di area saya disesaki pembeli. Seingat saya, sepuluh tahun lalu kios dan lapak buah — maksud saya yang bukan toko mentereng ber-AC — tak terlalu ramai menjelang Lebaran.
Nah, ada dua dugaan saya. Pertama: buah sebagai hidangan hari raya makin diterima karena sahibulbait maupun tamu sudah sama-sama mblenger.
Kedua: sejauh saya beroleh kesan di lapak maupun dalam bertamu untuk berlebaran, tak ada buah pisang. Kalau anggur, jeruk, lengkeng, dan duku ada.
Ehm, pisang apalagi yang besar, bikin kenyang, bukan? Tetapi ada juga orang yang setelah menyantap nasi berlauk banyak masih kuat makan pisang.
Foto pisang kepok dalam tulisan ini hasil jepretan saat Ramadan, sepekan sebelum Lebaran. Banyak orang membeli pisang kepok dan tanduk untuk kolak dan pisang goreng takjil.
4 Comments
wah gantungan pisang.. menarik juga ini.. di sini pisang tidak dijual dengan model gantungan.. mungkin karena tidak tahu, karena pisang diimpor dari Amerika Tengah..
*browsing gantungan pisang di Aliexpress*
Bikin sendiri aja atau gantung di pintu 😂
Saya termasuk orang yang setelah menyantap nasi banyak masih kuat makan pisang😁. Karena saya drembo, alias badhoger.😁🙈
Tergantung porsi makan, saya rasa. Juga jenis pisangya, mungkin pisang susu, bukan pisang Ambon maupun Cavendish