Kemewahan memotret sambil tiduran

Berapa kali dalam setahun Anda memotret sambil berbaring namun bukan selfie? Fotografi ponsel memanjakan hasrat iseng.

▒ Lama baca < 1 menit

Kemewahan memotret sambil tiduran

Hujan deras telah usai. Namun jalan depan rumah masih diisi air hampir setinggi tulang kering orang dewasa. Sejam lagi mungkin surut. Saat ini jalan masih serupa kali dangkal mengalir, menghanyutkan aneka sampah, salah satunya sebelah sandal karet hitam serupa Birkenstock.

Hujan deras itu pula yang membangunkan saya dari ketertiduran di atas sofa. Dalam kemalasan untuk bangun duduk saya meneruskan berbaring. Mata saya menatap apa yang tampak di atas kepala: rak dinding tempat hiasan. Lalu klik. Saya foto.

Bukaan pandang kamera ponsel saya ubah ke sepenuh layar. Rentang ruang bingkai vertikal lebih jangkung. Klik lagi. Itu jarang saya lakukan. Selama ini saya memotret dalam format 3:4.

Kamera saya geser ke kiri. Klik lagi. Jadilah foto sudut tembok. Di ujung kanan bawah foto tampak kepala istri saya sedang tiduran di sofa lain sambil menatap layar ponselnya.

Tak ada yang istimewa dari kedua foto ini. Lalu kenapa saya menjepretkan kamera lalu saya ceritakan?

Pertama, jelas karena impuls yang merupakan penyakit kambuhan saya. Kedua, bagi saya menyenangkan karena selama ini jarang dapat mewujudkan dorongan untuk memotret sambil berbaring apalagi bangun tidur.

Saat tidur di kamar, dari malam sampai pagi, saya jarang sekali membawa ponsel kecuali butuh alarm. Barang itu sering saya matikan, saya taruh di luar kamar. Dia juga berhak tidur.

Padahal saat bangun tidur di mana pun dan melihat ke langit-langit, tak hanya di rumah, saya sering ingin memotret dari sudut bidik kepala di atas bantal.

Saya pernah dirawat di rumah sakit, termasuk dalam ICU dengan tangan terikat pada pagar ranjang, saat melek sadar hanya bisa berbaring telentang, menebar pandang ke sekeliling ranjang dari sudut amatan rendah. Bosan. Namun saat itu, 1994, belum ada ponsel berkamera. Saya hanya dapat membayangkan apa yang terlihat dari atas bantal itu saya bekukan dalam foto.

Maka judul dalam pos ini memuat kata “kemewahan” karena menggunakan imajinasi abad lalu, ketika memotret masih melibatkan film. Mahal jika hanya untuk keisengan.

Kemewahan memotret sambil tiduran

Tinggalkan Balasan