Stok kemiri di lemari dapur saya sudah berjamur dan bau apek. Mestinya disimpan dalam kulkas. Atau disangrai dahulu. Semua warung tak punya, kehabisan, mungkin karena kemiri (Aleurites moluccana) sedang dibutuhkan banyak orang untuk memasak hidangan buka puasa.
Di warung tetangga terdekat, yang juga kehabisan kemiri, pemiliknya menanya istri saya butuh berapa. Lalu dia masuk ke rumah mengambil kemiri dari kulkas. “Empat, Tante,” katanya sambil menyerahkan kemiri dalam kantong plastik. Gratis. Terima kasih, Mbak.
Lingkungan pertetanggaan saya seperti itu. Serasa bukan di kota besar. Masih ada suasana guyub kampung. Si Mbak Warung malah pernah menghibahkan santan dalam kemasan, Kara, dari dapurnya karena stok jualannya habis.
Saya dan istri masih memetik daun jeruk dan daun salam milik tetangga. Pemilik tanaman memang membolehkan. Kalau tak tampak orang boleh memetik tanpa permisi.
Dalam kehidupan ini ada saja hal-hal kecil yang patut kita syukuri. Oh, hal-hal kecil karena ukuran, jumlah, dan harga?
Di tempat lain, karena salah waktu dan beda akar masalah, hal-hal kecil bisa menjadi pertengkaran bahkan baku serang.
Hal-hal kecil. Urusan kecil. Begitu mudah kita mengucapkannya. Bahkan ketika mendapatkannya sebagai pemberian kita sering lalai mensyukurinya sebagai berkah.
One Comment
di video kursus bahasa Jerman, sering ada video sketsa ilustrasi “meminta telur” atau “meminta gula” saat kehabisan pada tetangga sebelah apartemen. tapi pada kenyataannya, saya jarang melihat hal semacam ini 😅