Bloger dan pewarta foto bisa sama dalam hal tertentu. Jepret dahulu, berkisah kemudian. Pagi tadi saya melihat foto di koran Kompas lalu mencari di aplikasi pasti ada galeri dan terbukti.
Kapsi dalam versi cetak:
Waspadai Dampak Hujan. Pejalan kaki menggunakan payung ketika berjalan di trotoar Jalan MH Thamrin, Jakarta, saat hujan lebat mengguyur, Minggu (31/3/2024). Warga diharapkan terus waspada terhadap dampak hujan dengan intensitas tinggi yang masih terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
![Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas](https://blogombal2020.files.wordpress.com/2024/04/wp-17119331276975200968988626259478.jpg)
Adapun judul galeri dalam laman web dan aplikasi adalah “Tentang Jakarta yang Masih Diguyur Hujan”, dengan intro:
Selain warga di sekitar kawasan rawan bencana, para pelaku perjalanan juga diharapkan mewaspadai kondisi cuaca.
![Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas](https://blogombal2020.files.wordpress.com/2024/04/wp-17119333632237827822691439879465.jpg)
Saya tidak tahu apakah sang pewarta foto, Rony Ariyanto Nugroho, sudah merencanakan pemotretan sehari sebelumnya dengan merujuk BMKG ataukah langsung, dalam arti kebetulan berada in situ, saat hujan deras mengguyur Jakarta pada hari libur Paskah.
Secara sok tau saya hanya menduga yang penting jeprat-jepret dahulu, seperti saya sebut di depan, lantas pengisahan secara ringkas verbal itu nanti menyusul. Ya, seperti saya sebut dalam judul.
![Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas](https://blogombal2020.files.wordpress.com/2024/04/wp-17119336650567723830476004914439.jpg)
Lantas saya mau membualkan apa dalam pos ini? Ada dua hal.
Pertama: hujan adalah bagian dari keseharian pada musimnya. Media apa pun bisa membuat foto yang sama. Namun dalam era media sosial, kemewahan jurnalis foto makin terkikis. Siapa pun bisa membuat foto hujan sebagai pengalaman personal yang dibagikan kepada publik.
Kedua: tak berarti dalam era media digital maka foto jurnalistik, dengan pendekatan esei foto, sudah tamat karena mata pengguna ponsel akan diserbu topik yang sama, mayoritas dari pengguna media sosial.
Foto jurnalistik berupa serial dalam sebuah kemasan topikal justru mendapatkan tempat karena ruang digital — dalam laman web maupun aplikasi — lebih berpeluang menyediakan ruang. Itu sangat berbeda dari media cetak. Maka contoh pemuatan selembar foto dalam koran adalah bukti. Editor fotonya jeli. Begitu pun editor visual.
![Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas](https://blogombal2020.files.wordpress.com/2024/04/wp-17119340676163896364945003875533.jpg)
Foto yang kuat bisa menjadi jeda bagi pembaca di tengah hujan warta dalam ketergesaan membaca cepat dan sekilas. Apakah untuk semua dan setiap orang? Tentu tidak. Ilustrasi dalam laman sastra dan opini juga belum tentu diperhatikan setiap pembaca, apalagi teks isinya.
Memang, jika menyangkut laman web dan aplikasi, pemampangan foto juga ditopang oleh tata visual. Tak semua media daring menyediakan laman yang enak bagi pembaca untuk menikmati foto. Juga: tak semua media daring punya bank foto lengkap secara topikal.
Lalu kenapa tak semua media berita daring menyajikan foto bagus hasil jepretan sendiri? Bertanyalah kepada penerbitnya.
![Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas Jakarta hujan dalam foto jurnalistik Kompas](https://blogombal2020.files.wordpress.com/2024/04/wp-17119347064032030911587887882155.jpg)
One Comment