Pagi yang menyilaukan tapi menghangatkan punggung

Matahari pagi itu menyenangkan tapi tak nyaman saat mata kita tersilaukan. Bisa tersesat bahkan terbunuh karena silap mata.

▒ Lama baca < 1 menit

Pagi yang menyilaukan tapi menghangatkan punggung

Pagi tadi matahari bersinar, setelah kemarin seharian gerimis dan hujan hingga malam. Tetapi saya tak dapat mengatakan cuaca sepenuhnya cerah karena awan masih menahan pantulan panas dari bawah.

Saat saya bersepeda dekat, di sekitar rumah, ada rasa nyaman karena ketika membelakangi mentari punggung saya terasa hangat. Saya juga melihat tetangga saya duduk di depan pintu gerbang rumahnya, berjemur diri dengan memunggungi matahari.

Kayuhan pedal menuruti kata hati. Sampai ke radius agak jauh. Punggung saya nyaman sekali karena terpapar baskara. Namun pulangnya saya menghadap ke timur. Cahaya surya sangat menyilaukan. Mestinya saya memakai kacamata hitam.

Soal silau ini merepotkan karena menghalangi pandangan. Saya pernah tersesat sekeluar dari jalan tol akibat salah memilih percabangan jalan tersebab rambu hanya tampak sebagai siluet. Sisa perjalanan yang mestinya tinggal 45 menit menjadi dua setengah jam.

Silau saat matahari terbit mengingatkan saya pada cerita perang termasuk cerita silat Api di Bukit Menoreh karya S.H. Mintardja. Lawan yang menghadap matahari berposisi kurang menguntungkan. Silap mata menjadikan mereka gagap menghindari maupun menangkis tusukan dan bacokan.

Tinggalkan Balasan