Jasa tambal ban tengah malam dan kepanglingan saya terhadap wilayah

Saya pangling dengan tempat itu. Namun saya membiarkan diri tersesat sambil berharap ingatan saya akan lengkap.

▒ Lama baca < 1 menit

Tukang tambal ban dini hari di Blok M, Jakarta Selatan

Setengah dua pagi. Mulanya saya tak peduli kenapa pikap itu berhenti lama. Itu bukan wilayah yang saya akrabi lagi. Memang sih dulu saya pernah agak familiar dengan kawasan yang tak pernah rehat itu.

Nyatanya setelah seperempat jam saya duduk minum air putih di kedai kopi sasetan itu saya baru sadar bahwa sopir sedang menunggui ban mobilnya ditambal. Si penambal ternyata juga menjual bensin eceran.

Juga nyatanya saya baru tahu bahwa penjual mi instan untuk dimasak dan kopi sasetan untuk diseduh itu melayani parkir motor terbatas di lapaknya. Lima belas ribu rupiah, untung dua cowok yang turun dari mobil berisi cewek. Rupanya mereka baru pulang dari tempat hiburan di area dalam. Dua cowok itu menitipkan motor.

Saya merasa pernah mengenal kawasan itu. Bahkan beberapa pelapak mengenal saya, membolehkan saya memotreti apa saja dengan kamera saku. Malah ada tukang parkir tempat lesehan tengah malam yang selalu bersikap ramah akrab kepada saya.

Kalau dia menanya “Ke mana aja bos nggak pernah keliatan?”, saya dengan penuh percaya diri menjawab, “Biasa, syuting.” Lain waktu saya menjawab “Sibuk show“, atau, “Ya rekamanlah.” Itu jawaban membual.

Tetapi nyatanya dini hari tadi saya pangling dengan tempat itu. Bahkan jalan di sana tak hafal. Saya biarkan diri saya tersesat menyusuri lorong temaram. Tersandung tikus. Bersua kucing liar. Saya yakin aman karena di ujung sana ada cahaya dan suara beberapa perempuan. Benar, perempuan penjaja jasa untuk menuntaskan syahwat.

Jarum dini hari terus bergulir, saya biarkan kaki saya melangkah mengiringi daya ingat yang mulai luntur. Saya yakin aman. Karena saya selalu bertemu orang, dari penjual yang telah mengemasi dagangan, tukang ojek, sampai perempuan pekerja tempat hiburan, mungkin pramusaji atau kasir, duduk dalam ceruk gelap, memeluk tas, mungkin menunggu jemputan.

The city never sleeps. Tetapi ini bukan Jakarta Kota yang juga pernah agak saya kenal dengan lumayan.

4 Comments

junianto Kamis 1 Februari 2024 ~ 18.32 Reply

Paman kok dolan eh pergi sampai dini hari? Dan di kawasan kayak begitu — kawasan dengan perempuan penjaja jasa penuntas syahwat.

Pemilik Blog Kamis 1 Februari 2024 ~ 19.34 Reply

Yah namanya juga tersesat

Tinggalkan Balasan