Butuh mayat? Bukan urusan tinggal pesan sih

Fakultas kedokteran repot mendapatkan mayat untuk dibedah. Padahal Indonesia ingin mencetak banyak dokter.

▒ Lama baca < 1 menit

Mayat sintetis untuk bedah mayat mahasiswa kedokteran

Misalnya kemampuan akademis saya melebihi pantas dan orangtua saya sanggup membiayai, sejak dulu saya tak pernah berminat kuliah di fakultas kedokteran. Saya ngeri membayangkan praktik bedah mayat. Bahkan melihat video orang melahirkan maupun menjalani operasi jantung dan lainnya, saya pun tak berani.

Memang, saya pernah menunggui istri saya menjalani persalinan, namun saya tak melihat detail, hanya memeluk si ibu dan menenangkannya. Saya membelakangi dokter dan perawat yang sedang bekerja. Saya menoleh setelah bayi cantik di tangan dokter. Lalu kenapa saya memasang foto mayat dalam pos ini? Itu mayat sintetis. Dari ASME.

Fakultas kedokteran repot mendapatkan mayat untuk dibedah

Saya bicara mayat karena tersadarkan setelah membaca liputan majalah Tempo (24/12/2023): urusan kadaster bagi fakultas kedokteran (FK) itu tak mudah. Kadaster adalah mayat untuk kepentingan bedah anatomis bagi mahasiswa FK. Belum ada payung hukum yang jelas tentang tata cara memperoleh kadaster.

Selama ini saya membayangkan itu urusan gampang. Kepada rumah sakit, FK tinggal meminta jenazah tak dikenal yang telah diawetkan dan menurut tentang waktu tertentu berdasarkan aturan entah apa namun tak ada pihak keluarga atau lainnya yang mengajukan klaim. Ternyata bukan begitu. Ada prosedurnya, tak mudah.

Fakultas kedokteran repot mendapatkan mayat untuk dibedah

Tanpa bedah mayat, ilmu kedokteran takkan berkembang. Bidang hukum juga terbantu oleh bedah mayat untuk kepentingan forensik (autopsi). Dulu sebelum ada fotografi, seniman dan peneliti Leonardo da Vinci (1452—1519) menggambar anatomi organ tubuh manusia dari mayat yang dibedah. Lihat contoh di LITFL.

Janin dalam kandungan menurut gambar Leonardo da Vinci

Tinggalkan Balasan