Naik sepur tanpa sopir

Ngaco! Mana ada kereta api dikendalikan oleh sopir, bukannya oleh masinis? Baiklah. Bahasa Inggris selain mengenal train engineer atau locomotive engineer ternyata juga mengenal train driver. Pekan lalu untuk pertama kali saya mencoba LRT (light rail transit). Tanpa masinis.

Semua penumpang duduk manis. Mereka merasa aman sehingga nyaman, padahal ruang kokpit hanya berisi kursi yang masih terbungkus plastik.

Saya sempat heran dan waswas. Merasa terjebak dalam situasi dagelan orang Madura batal naik dek atas di bus tingkat, “Ada sopirnya saja bisa nabrak, Pak. Lha di atas ndak ada sopirnya. Beremma?”

Saya belum pernah mencobanya, tetapi takut juga saat melihat video orang Indonesia naik taksi tanpa sopir di Cina. Kalau diseruduk truk bagaimana? Lantas kalau menabrak pejalan kaki bagaimana?

Setelah menyadari ketakutan saya berlebihan, saya pun tenang sekaligus geli sendiri. Taksi nirsopir bekerja dalam ekosistem: lalu lintas yang tertib dan sistem pendukung yang andal karena terintegrasi.

Lalu saya teringat kabin kereta gantung yang digerakkan oleh operator dari jauh, padahal melintas di atas tebing dan jurang. Kenapa dulu saya tak takut? Saat naik kincir ria atau kincir Ferris (Ferris wheel) dulu saya juga tak takut.

LRT lebih canggih daripada kereta gantung, namun dia tak bercampur dengan pengguna jalan raya, dari pejalan kaki, pesepeda, hingga truk dan bus. LRT punya jalur sendiri. Risiko kecelakaan ada pada kendaraan apapun dalam setiap moda angkutan. Persoalan utama adalah menekan risiko serendah mungkin.